Djawanews.com – Sayyidina Hussein bin Ali AS adalah cucu Nabi Muhammad SAW yang dibaiat sebagai khalifah oleh penduduk Kufah. Dalam perjalanan kepemimpinannya, situasi umat muslim memang berat. Terjadi perselisihan yang membuat Hussein terpojok. Perselisihan tersebut kemudian berujung pada Perang Karbala.
Hussein terbunuh oleh tentara Umar bin Sa’ad bin Abi Waqqash. Untuk membunuh Hussein, Ubaidillah bin Ziyad mengerahkan pasukan tempur berkekuatan 4000 orang dengan sejata lengkap.
Sedangkan rombongan cucu Nabi hanya berkekuatan 72 orang; 32 orang prajurit berkuda dan 40 orang pejalan kaki, selebihnya adalah perempuan dan anak-anak. Tragedi yang kemudian menewaskan Hussein terjadi pada Pada 10 Muharam 61 Hijriyah atau 10 Oktober 680 Masehi.
Karomah Hussein tak berhenti meski ia terbunuh. Kisah karomah Hussein diceritakan dalam sebuah buku yang ditulis oleh Sheikh Ibrahim Nasralla yang diberi judul “The Traces of Ale Mohammad in Aleppo” (Jejak-jejak Keturunan Muhammad di Aleppo).
Diceritakan setelah Perang Karbala, rombongan Imam Ali Zainal Abiddin As-Sajjad dan Zainab yang membawa rombongan kecil datang dari Kufah dan Karbala ke Syam. Mereka berjalan di bawah kawalan tentara yang membunuh Hussein. Sebagai informasi, Zainal Abiddin As-Sajjad adalah putra Hussein, sedangkan Zainab adalah adik Husein.
Dalam perjalanannya, mereka berhenti di kota Aleppo untuk beristirahat. Entah kebetulan atau tidak, mereka beristirahat di dekat biara. Diceritakan bahwa biara itu memiliki beberapa ruangan yang diberi nama Mart Ruta Monastery.
Saat mendekat kepada rombongan, para biarawan dan pendeta melihat cahaya terang yang terpancar dari kepala Hussein, yang saat itu diarak oleh tentara yang mengawal rombongan Imam Ali Zainal Abiddin As-Sajjad dan Zainab.
“Kepala-kepala siapakah ini?” tanya seorang kepala biarawan.
“Ini adalah kepala-kepala cucu Nabi, keluarga Nabi, dan para pengikutnya,” kata para tentara.
“Celakalah kalian karena sudah memperlakukan keturunan Nabi seburuk ini. Aku akan pinjam kepala cucu Nabi itu meski harus membayar tinggi sekalipun,” kata sang Pendeta.
Mendapat tawaran menggiurkan itu, para tentara menyerahkan kepala Husein untuk semalam di biara. Para pendeta segera mengeluarkan uang yang sangat banyak untuk meminjam kepala Hussein. Setelah itu kepala tersebut diletakkan di sebuah batu untuk dibersihkan, disisir rambutnya, dan dibalur dengan minyak wangi.
Setelah itu, pendeta dan biarawan berdoa di depan kepala Hussein dengan maksud mendoakannya, hingga menjelang pagi. Setelah itu kepala kembali diserahkan kepada tentara. Sang pendeta sendiri disebut memeluk islam setelah kejadian tersebut.
Sejak saat itu, batu yang digunakan oleh pendeta untuk meletakkan kepala Hussein selalu mengeluarkan darah meski telah dibersihkan. Para biarawan dan pendeta pun selalu melantunkan doa-doa untuk mengenang kepergian cucu Nabi SAW.
Batu yang ada di biara tersebut banyak diziarahi oleh para pecinta cucu Nabi Muhammad SAW. Tempat itu kemudian dikenal dengan sebutan “Masjid Al-Nuqtah” yang berarti “Masjid Tempat Darah Tercurah”.
Itulah sepenggal kisah karomah cucu Nabi Muhammad SAW, Sayyidina Hussein bin Ali AS. Untuk mendapat kisah menarik lainnya, pantau Pewarta Harian Online Djawanews, atau pantau kami melalui Instagram dan melalui aplikasi Babe. Hubungi kami secara langsung untuk membagikan artikel dan berita lainnya.