Djawanews.com – Antara Islam dan komunis dalam pandangan mayoritas masyarakat Indonesia bagai air dan api, namun terdapat tokoh unik Nusantara yang mengawinkan keduanya, dialah Haji Misbach.
Karena pandangan komunisnya, Haji Misbach kemudian dikenal dengan sebutan “Haji Merah”. Beliau lahir di Kauman, Surakarta pada tahun 1876 dengan nama kecil Ahmad.
Haji Micbach berasal dari keluarga taat beragama—ayah beliau merupakan pejabat keagamaan dan saudagar batik—dan berkecukupan. Selama masa kecil Misbach sudah akrab dengan lingkungan pesantren Islam. Perkenalan Misbach di dunia aktivis dimulai ketika bergabung dengan Inlandsche Journalisten Bond (IJB) yang diinisiasi Mas Marco Kartodikromo pada tahun 1914.
Islam Menurut Haji Mascbach
Dalam esainya yang berjudul “H Misbach Propgandis PKI: Islam dan Politik tak Bisa Dipisah”, pemerhati sejarah Lukman Hakiem menuliskan pandangan Islam menurut Misbach adalah agama keselamatan.
Misbach mendasarkan jika umat Islam harus berdasarkan pikiran agar dapat menyebarkan keselamatan dan untuk mencapainya melalui pikiran jujur yang suci. Selain itu, beliau juga berpendapat jika umat Islam memiliki misi penting yaitu berusaha menyelamatkan dunia.
Adapun misi menyelamatkan dunia umat Islam bagi Misbach adalah dari tindakan zalim, kesewenang-wenangan, dan kekejian orang-orang serakah yang munafik. Beliau melihat keserakan ada pada kaum kapitalis yang menurutnya “melenceng dari ajaran Islam sejati”.
Upaya Perjuangan Kemerdekaan oleh Haji Misbach
Pada awal abad 20, muncul berbagai gerakan anti imperialisme di Nusantara, salah satunya adalah gerakan yang diinisiasi Tjipto Mangunkusumo dan Haji Misbach.
Misbach yang waktu itu adalah anggota gerakan non politik Insulinde telah menarik kaum kiri Sarekat Islam (SI), dan Tjipto melalui gagasan cemerlangnya melengkapi duet keduanya.
Reputasi Misbach di Insulinde meroket hingga beberapa cabangnya muncul di kota-kota kecil, diantaranya di Kartasura, Boyolali, dan Klaten. Beliau kemudian dikenal sebagai muballigh dengan berbagai propagandanya agar semua umat Islam melaksanakan ajaran Allah.
Karena khotbah-khotbah frontalnya, Misbach lantas dipenjara oleh Belanda selama dua tahun tiga bulan di Pekalongan, kemudian pada 22 Agustus 1922 beliau pulang ke Kauman, Surakarta.
Selama di Kauman, beberapa kali Misbach dinasehati Residen Solo agar tidak menggerakkan rakyat dengan kegiatan politiknya. Namun, dirinya tetap memobilisasi gerakan rakyat, hingga akhirnya dituduh dalam pemberontakan dan dibuang ke Manokwari hingga meninggal di sana pada tanggal 24 Mei 1926.
Islam dan Komunisme ala Haji Misbach
Haji Misbach bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) setelah dirinya bebas dari penjara Pekalongan. PKI merasa diuntungkan dengan bergabungnya Misbach, tidak lain lantaran kemampuan keuangan dan juga keahlian dalam propagandanya.
Lukman Hakiem menulis jika Misbach pernah menanggapi keras ketika dua pentolan PKI menyarankan agar tidak mengunakan Islam dalam PKI lantaran akan menjauhkan orang-orang dari agama lain.
Atas protes tersebut Misbach menjawab, “Jika petunjuk dan ajaran Islam benar-benar digerakkan, sudah tentu tidak akan ada antagonisme antara Muslim dan pemeluk agama lain.”
Pernyataan Haji Misbach yang terkenal mengenai Islam dan Komunisme terdapat dalam ”Islamisme dan Komunisme“ yang ditulis selama pembuangannya di Manokwari, berikut kutipannya.
“Begitu juga sekalian kawan kita yang mengakui dirinya sebagai seorang komunis, akan tetapi mereka misi suka mengeluarkan pikiran yang bermaksud akan 'melinyapkan' agama Islam, itulah saya berani mengatakan bahwa mereka bukannya komunis yang sejati atau mereka belum mengerti duduknya komunis, pun sebaliknya, orang yang suka mengaku dirinya Islam tetapi tidak setuju adanya komunisme, saya berani mengatakan bahwa ia bukan Islam yang sejati, atau belum mengerti betul-betul tentang duduknya agama Islam.”
Pemikiran Haji Misbach tersebut, maka tidak heran jika kemudian pada tahun 1926, Sukarno menulis “Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme”. Hal tersebut yang kemudian menginspirasi Sang Proklamator mencetuskan ide “Nasakom” (Nasionalis, Agama, dan Komunis).
Selain upaya Haji Misbach dalam menggabungkan Islam dan Komunis, simak artikel menarik lainnya hanya di Warta Harian Nasional Djawanews. Untuk mendapatkan informasi cepat dan menarik jangan lupa ikuti Instagram @djawanewscom.