Kehadiran PLTU Celukan Bawang di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali masih dipandang sebelah mata karena dianggap mencemari lingkungan dan merusak ekosistem laut. Benarkah demikian?
PLTU Celukan Bawang telah menjadi sumber energi listrik di bali selama hampir lima tahun. Sejak pertama kali beroperasi secara komersil pada 25 September 2015 silam, PLTU terbesar di Bali ini telah memasok sekitar 43 persen kebutuhan listrik di Pulau Dewata.
Laut Celukan Bawang Punya Terumbu Karang yang Baik
Alih-alih mencemari lingkungan dan merusak ekosistem laut di Celukan Bawang, kehadiran PLTU berkapasitas 426 megawatt (MW) ini justru membuat terumbu karang tumbuh dengan baik.
Pasalnya, kenaikan suhu arus laut akibat pembuangan pendingin pembangkit listrik secara terus menerus ternyata membuat biota laut termasuk terumbu karang tumbuh dengan baik.
“Dengan stabilnya roda pembangunan, arus yang sudah bagus misalnya, panas yang stabil, ternyata terumbu karang itu bisa tumbuh lebih baik,” kata peneliti Yayasan Bumi Hijau Indah I Nyoman Dodik Prasetya pada November 2019 lalu, melansir Era.id.
Sebagai informasi, Yayasan Bumi Hijau Indah merupakan NGO yang berbasis di Bali dan berkonsentrasi dalam peleteraian terumbu karang.
Dodik menyebut, terumbu karang yang ia temukan di laut Celukan Bawang masih berumur 4-5 tahun. Artinya, sejak awal PLTU beroperasi, terumbu karang tersebut sudah ada.
Bahkan, kata Dodik, Lautan Celukan Bawang telah menjadi tempat yang sangat digemari oleh terumbu karang untuk tumbuh.
“Ada beberapa spesies baru yang belum ada di buku identifikasi secara umum. Artinya belum ditemukan ditempat lain untuk tumbuh,” ujarnya.
Dengan demikian, pencemaran laut Celukan Bawang yang disebabkan oleh PLTU di Bali tak perlu dikhawatirkan lagi. Pasalnya, PLTU yang lokasinya juga di Celukan Bawang itu tidak berdampak terhadap ekosistem laut dan justru membantu terumbu karang untuk tumbuh dengan baik.