Djawanews.com – Beban siswa dalam belajar di pendidikan formal sepertinya terus meningkat. Salah satu yang kerap jadi perdebatan adalah banyaknya mata pelajaran di sekolah yang harus dipelajari para siswa, terutama di jenjang Sekolah Dasar (SD).
Guru Besar Universitas Negeri Jakarta Prof. Dr. Soedijarto, MA. pernah menjelaskan bahwa sistem pendidikan di Indonesia tidak sama dengan sistem di negara maju. Di negara maju para siswa tidak dibebani banyak mata pelajaran. Bahkan di tingkat SMA, kebanyakan sekolah hanya memasang lima mata pelajaran yang masuk jadwal.
"Pelajaran-pelajaran lain biasanya melebur ke dalam lima mata pelajaran pokok itu," kata Soedijarto yang dikutip dari Okezone, Kamis (11/10/).
Soedijarto menggambarkan, siswa bisa mempelajari dua pelajaran dalam satu pelajaran saja. Misalnya, siswa bisa belajar sejarah sekaligus belajar bahasa. Sehingga jumlah mata pelajarannya bisa lebih sedikit dan tak jadi beban.
Namun ternyata ada maksud dan tujuan di balik banyaknya mata pelajaran yang harus dipelajari di sekolahan. Hal itu diketahui saat Soedijarto menemui Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Daoed Joesoef.
Suatu ketika, Soedijarto pernah menyarankan kepada Daoed Joesoef agar mengurangi mata pelajaran para siswa, sehingga beban bisa berkurang. Namun Mendikbud yang menjabat di periode 1978 sampai 1983 itu punya alasan sendiri.
"Kata Pak Daoed dulu, 'Sekolah hanya memberi sedikit mata pelajaran karena siswa dapat belajar sendiri dari buku-buku yang mereka sediakan. Nah, kalau di sini, kalau mata pelajaran sedikit, kemudian buku-buku juga enggak ada, siswa mau belajar apa?'"jelas Soedijarto.
Tak hanya itu, sistem pendidikan di negara maju juga mendukung anak bereksplorasi sesuai minat, berbeda di Indonesia. Di luar negeri, siswa pulang sekolah di waktu yang sama saat orang tua mereka pulang bekerja. Berbeda dengan di Indonesia, yang rata-rata, waktu pulang para siswa lebih dulu dibanding waktu pulang para orang tua yang bekerja. Sehingga para siswa tidak bisa berinteraksi dengan keluarga mereka.
"Kondisi ini pula yang melatarbelakangi pemerintah menerapkan banyak mata pelajaran di sekolah. Jika tidak banyak pelajaran, siswa akan banyak menganggur, akibatnya akan terbentuk problematika psikologis di kalangan siswa," jelasnya lagi.
Karena alasan itu, sampai saat ini mata pelajaran yang didapat siswa di sekolah cukup banyak. Namun, bukan berarti pemerintah tidak akan mengganti kebijakan tersebut. Anda dapat memantau kabar dunia pendidikan lewat situs resmi Pewarta Harian Online Djawanews. Anda juga bisa mengikuti Djawanews melalui akun media sosial Instagram @djawanews dan melalui aplikasi Babe. Hubungi kami untuk membagikan foto, video, artikel, dan berita lainnya.