Djawanews.com – Ghosting merupakan sebutan untuk seseorang yang tiba-tiba menghilang atau mengakhiri sebuah hubungan tanpa jelasan. Bagi yang di-ghosting tentu menyebalkan, apalagi sudah menaburkan benih-benih perasaan lebih dari perjumpaan singkat.
Tetapi ternyata, ghosting, menjadi satu bahasan populer bagi peneliti khususnya yang mendalami topik relasi sosial dan psikologi. Mengutip dari tulisan Theresa DiDonato, Ph.D., psikolog sosial dan profesor psikologi di Loyola University Maryland, ghosting bagi banyak orang adalah pilihan yang masuk akal. Dilansir Psychology Today, ghosting adalah cara yang paling tenang untuk mengakhiri suatu hubungan apalagi di era digital seperti saat ini.
Berdasarkan perkiraan LeFebvre, dkk. dalam studi Ghosting in emerging adults’ romantic relationship yang dilakukan tahun 2019, ada sekitar 60-70 persen orang dewasa di-ghosting. Umumnya ‘menghilang seperti hantu’ ini ditandai dengan komitmen dan kedekatan yang rendah pula.
Profesor DiDonato mengidentifikasi alasan-alasan orang melakukan ghosting. Meski setiap orang punya alasan masing-masing untuk menghilang, tetapi berikut hal yang melatarbelakangi seseorang melakukan ghosting.
- Lebih nyaman
Bagi yang di-ghosting tentu meresahkan, tetapi pelaku ghosting terkadang memiliki hal lain yang lebih prioritas. Percakapan langsung untuk mengakhiri hubungan acap dianggap menghabiskan energi, waktu, dan membutuhkan pengelolaan emosi. Maka melakukan ghosting supaya lebih mudah.
- Ketertarikan menurun
Kebosanan, ketertarikan menurun, kehilangan minat, dan penurunan daya tarik romantis bisa jadi alasan orang untuk ghosting. Menurut mereka, mundur lebih awal tanpa banyak usaha merupakan sebuah cara yang paling masuk akal.
- Tidak ingin berinteraksi
Menghilang, kadang sebagai akibat dari perasaan tersinggung. Seseorang terkadang membuat perasaan orang lain berubah dari tertarik menjadi penolakan, meskipun tak berniat begitu melukai. Tetapi yang awalnya tertarik bisa berubah menjadi ketidaksukaan sehingga memilih gagasan baru untuk mengakhiri hubungan, yaitu dengan ghosting.
- Mempertimbangkan keamanan
Bisa jadi menghilang tanpa penjelasan merupakan strategi untuk memastikan keamanan diri. Meskipun terlihat egois dan tidak bertanggung jawab, tetapi orang mungkin berubah pikiran dan menarik diri dari hubungan.
- Hubungan dianggap kurang menguntungkan
Alasan ini terasa begitu kalkulatif, karena pertimbangannya keuntungan. Tetapi bagi seseorang yang ghosting, ini bisa jadi alasan. Ketika terasa tidak cocok atau memiliki hal lain yang lebih menguntungkan, daripada menyakiti lebih memilih menghilang tanpa penjelasan.
Nah, orang narsis menurut ulasan DiDonato, mengacu pada perasaan diri yang meningkat. Mereka cenderung menggunakan orang lain untuk status sosialnya sendiri atau manfaat lainnya. Menurutnya, orang narsis lebih memilih ghosting daripada cara lain yang lebih berempati pada orang yang di-ghosting.
Mengacu The Dark Triad dari Machiavellianisme, mereka yang narsis cenderung manipulatif, mementingkan diri sendiri, dan mempermainkan posisi. Meskipun ada faktor lain yang kompleks dalam menilai aspek dasar seseorang yang ghosting, tetapi disarankan untuk meletakkan harapan tentang cinta secara tepat.
Tidak setiap perilaku ghosting itu negatif, bisa jadi mereka melakukannya karena sibuk atau tidak tertarik untuk berbicara. Tambah DiDonato, mungkin pelaku ghosting bukan tidak berperasaan, tetapi masih mempertimbangkan cara yang lebih tepat untuk mengakhiri hubungan.