Djawanews.com – Korem 173/PVB menginvestigasi kasus penganiayaan anak yang berujung meninggal dunia di Papua. Korban merupakan seorang anak kelas IV Sekolah Dasar (SD) berinisial MT di Distrik Sinak, Kabupaten Puncak, Papua. Alasan TNI sendiri langsung turun tangan dalam kasus ini adalah karena ada dugaan cukup kuat kalau pelakunya adalah seorang oknum prajurit TNI.
“Tim investigasi telah diturunkan ke Distrik Sinak Kabupaten Puncak untuk mengungkap kebenaran informasi dari masyarakat atas dugaan yang dilakukan oknum prajurit TNI dan saat ini investigasi sedang berjalan,” ujar Dandim 1714/PJ,Letnan Kolonel Inf Denny Salurerung pada Selasa, 1 Maret.
Denny mengatakan tim investigasi bekerja sama dengan aparat kepolisian, Pemerintah Daerah, para tokoh dan elemen masyarakat di Sinak untuk memperoleh kebenaran atas informasi yang beredar luas. Ia menegaskan proses hukum terhadap anggota TNI akan dilakukan apabila informasi yang diterima dari masyarakat terkait peristiwa dugaan kasus penganiayaan anak berujung hilangnya nyawa tersebut terbukti.
“Apabila terbukti dan memang benar terjadi penganiayaan, dipastikan akan diproses hukum. Dan tentunya mari kita semua mengawal bersama prosesnya,” tegas dia.
“Tentang kronologis bagaimana kejadian sebenarnya dan apa penyebabnya, mohon harap bersabar dan mari kita tunggu hasil investigasi dari tim yang saat ini berada di Sinak. Mudah-mudahan secepatnya segera diketahui apa, bagaimana dan penyebab kejadian yang sebenarnya,” sambungnya.
Kronologi Kasus Penganiayaan Anak SD Sampai Meninggal di Distrik Sinak
Sebelumnya,Amnesty International Indonesia (AII) menerima laporan seorang anak kelas IV SD berinisial MT di Distrik Sinak, Kabupaten Puncak, Papua, meninggal dunia pada pekan lalu setelah dianiaya oleh aparat keamanan. Direktur Eksekutif AII, Usman Hamid menuturkan MT bersama enam anak lainnya yang juga pelajar SD ditangkap karena dituduh mencuri senjata milik anggota TNI di Sinak.
“Pembunuhan anak di Sinak, Papua, tidak dapat dibenarkan,” ujar Usman pada Minggu, 27 Februari.
Mengutip pemberitaan media lokal, Usman berujar dua orang pemuda diduga mengambil satu pucuk senjata milik anggota TNI di sekitar Bandara Tapulinik Sinak, Kabupaten Puncak, Papua, pada malam hari 20 Februari. Setelah aparat TNI mengetahui kejadian tersebut, mereka melakukan pengejaran terhadap orang yang diduga mengambil senjata di Kampung Kelemame. Aparat melakukan pengejaran di sekitar tiga gereja di sana.
Kemudian, mereka membawa ketujuh anak ke pos di Bandara Sinak untuk diinterogasi. Kasus penganiayaan anak oleh para oknum TNI diduga terjadi di Bandara Sinak itu. “Ketujuhnya diduga mengalami penganiayaan di sana sebelum mereka dibawa ke kantor Polsek Sinak,” tutur Usman.
Ia menambahkan bahwa dalam hukum HAM internasional, Pasal 6 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU Nomor 12 Tahun 2005, menegaskan bahwa setiap individu memiliki hak untuk hidup dan tidak boleh ada seorang pun yang dirampas hak hidupnya.
Sedangkan dalam kerangka hukum nasional, hak untuk hidup dilindungi dalam Pasal 28A dan 28I UUD 1945 serta Pasal 9 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang mengatur setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan hidup.
Komite HAM PBB, dalam kapasitasnya sebagai penafsir otoritatif ICCPR menyatakan bahwa negara berkewajiban menyelidiki dugaan pelanggaran HAM secepatnya, secara mendalam dan efektif melalui badan-badan independen dan imparsial. Serta harus menjamin pengadilan terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab dan memberikan hak reparasi bagi para korban. Jadi kasus penganiayaan anak SD sampai meninggal dunia ini harus mendapatkan perhatian dari pemerintah dan benar-benar diusut secara tuntas.
Dapatkan warta harian terbaru lainya, ikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.