Djawanews.com - Seorang perempuan asal Uzbeksitan bercerita tentang diskriminasi dan rasisme yang pernah dialaminya di Korea Selatan. Kisahnya ini terjadi saat pertama kali menetap di Negeri Ginseng.
Perempuan ini telah berganti kewarganegaraan Korea Selatan pada tahun 2007. Perempuan berusia 32 tahun ini juga telah mengganti namanya menjadi Hong Hana.
"Halo perkenalkan nama saya Hong Hana, saya berusia 32 tahun dan berasal dari Uzbekistan. Akan tetapi saya berganti nama ketika pindah ke sini (Korea Selatan). Nama saya dulu Abdullayeva Dilafruz Bahodirjanovna, diambil dari nama kakek dan ayah saya," ceritanya di channel YouTube KBS WORLD Indonesian.
Hana mengatakan awalnya ia merasa nyaman berada di Korea Selatan. Impiannya pun menjadi nyata. Apalagi, dia sering menonton drama Korea yang menggambarkan Korea Selatan sebagai negara maju dan romantis.
Namun, dia mulai merasakan diskriminasi karena penampilannya yang agak berbeda lantaran memakai hijab. Di restoran, dia tidak dilayani dengan baik.
"Saya bertanya apakah menu lauk pauk yang ada di restoran tersebut, ia malah memanggil staf lainnya untuk melayani saya. Ketika ada orang Korea baru dilayani dengan baik dan ramah. Saya merasa didiskriminasi dan sedih," tuturnya.
Begitu juga ketika Hana ingin membeli sebuah sepatu. Pelayan justru memandangnya rendah dan tidak percaya Hana mampu membeli sepatu berharga mahal itu.
"Saya merasa seperti manusia pada umumnya. Saya ingin membeli sepatu, saya bertanya ini harganya berapa? Dan pelayan toko tersebut malah mengatakan apakah saya mampu membeli sepatu tersebut? Karena sepatu itu harganya mahal. Padahal saya akan membeli sepatu itu," cerita Hana.
Dipandang Aneh karena Berhijab
Selain itu, orang-orang sering memandangnya aneh karena memakai hijab di kepala. Bahkan, ada orang yang pernah menarik jilbabnya dan memaksa Hana melepas jilbab. Saat itu, ia merasa terkejut dan dipaksa untuk melepasan hijab yang dikenakannya.
"Saya sedang membeli bahan makanan, ada wanita yang tiba-tiba menarik hijab saya. Saya terkejut dan bertanya ini ada apa? Lalu dia menyuruh agar saya melepaskan hijab saya. Kamu ini di Korea, harus lepaskan hijab itu," kata Hana.
Hana bekerja sebagai penerjemah di Korea Selatan karena kemampuan berbahasanya sangat baik. Dia menguasai bahasa Inggris, Korea, Rusia, dan Uzbekistan. Namun, di dunia kerja dia juga sering didiskriminasi.
"Orang-orang selalu melihat saya dari ujung kaki sampai ujung kepala. Ada yang sampai bertanya kepada rekan kerja saya, tentang siapa diri saya? Mengapa saya bekerja di sini dan apakah saya memenuhi standar? Jujur saya merasa sedih dan sangat sakit diperlakukan seperti itu," paparnya.
Lebih jauh, Hong Hana juga pernah dianggap sebagai teroris saat mengurus dokumen di kantor pemerintahan. Hal itu terjadi tahun 2013 lalu dan ia tak bisa mengatakan apa-apa ketika petugas memeriksa dompetnya. Karena kejadian itu, Hana bahkan sempat tak keluar rumah selama sebulan karena ketakutan.
Semua perlakuan diskriminasi ini membuatnya depresi dan kesal. Dia bahkan sempat melepas hijabnya selama empat bulan. Apalagi ketika anaknya mulai ikut menjadi korban diskriminasi.
Hana membesarkan anaknya seorang diri usai bercerai dengan suaminya yang merupakan warga Korea Selatan. Namun, Hana akhirnya kembali memakai jilbabnya dan memberanikan diri mengungkap diskriminasi yang dialami di Negeri Ginseng.
"Dulu di kota tempat tinggal saya, semua wanita memakai hijab. Dan ketika saya masih berusia 10 tahun, saya diberikan hijab oleh nenek. Dan itu sangat berarti bagi saya dan membuat saya gembira. Hijab merupakan simbol dari agama saya," tegasnya.