Beberapa daerah penghasil batubara di Sumatera Selatan menjadi salah satu bukti bahwa Indonesia adalah negara kaya.
Bukan isapan jempol belaka jika Indonesia dianggap sebagai salah satu negara kaya yang ada di dunia. Beragam suku dan hasil budaya menjadi aset dunia yang tidak dapat diabaikan. Selain itu, mineral alam yang tersimpan di Indonesia juga jadi salah satu bukti lain kekayaan Indonesia. Mineral dan hasil tambang tersebut tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Salah satu hasil tambang yang banyak ditemukan di Indonesia adalah batubara.
Batubara jadi salah satu bahan bakar fosil yang banyak dimanfaatkan dalam kehidupan manusia. Meskipun disebut dengan batu, namun batubara tidak seperti batuan yang sering kita temukan. Batubara adalah batuan yang mudah terbakar. Batuan ini berasal dari sisa-sisa makhluk hidup yang terkubur di dalam tanah selama ratusan tahun. Dihasilkan ketika tanaman darat dan air menumpuk dan terkubur selama usia geografis, yang ditransmisikan oleh panas dan tekanan.
Batubara sering digunakan sebagai alternatif lain dari penggunaan minyak bumi. Bahkan jadi opsi terbaik setelah minyak bumi dalam menghasilkan energi, untuk kemudian digunakan di dalam dunia industri. Dalam pertambangan batubara, Indonesia jadi salah satu negara produsen dan eksportir batubara terbesar di dunia. Sejak tahun 2005, Indonesia telah melampaui produksi batubara di Australia. Bahkan sekarang Indonesia memiliki pengaruh yang cukup besar di pasar batubara internasional.
Daerah Penghasil Batubara di Indonesia
Berbicara mengenai cadangan batubara global, Indonesia berada di peringkat ke-9 dengan sekitar 2.2 persen dari total cadangan batubara di dunia. Hal tersebut didasarkan pada BP Statistical Review of World Energy. Wajar jika Indonesia menempati posisi 10 besar di dunia sebagai penghasil batubara di dunia.
Memang daerah penghasil batubara di Sumatera Selatan banyak dikenal. Namun, beberapa daerah lain di Indonesia juga memiliki kantung cadangan batubara yang tersimpan di dalam perut bumi. Selain daerah penghasil batubara di Sumatera Selatan ketahui dulu beberapa daerah berikut ini.
- Tanjung Enim, Sumatera Selatan
Daerah penghasil batubara di Sumatera Selatan memang sangat dikenal oleh masyarakat. Hal itu wajar karena Sumatera jadi salah satu wilayah yang memiliki cadangan batubara melimpah di Indonesia. Pertambangan batu bara di Sumatera Selatan bahkan telah ada sejak tahun 1919, zaman kolonial Belanda. Setelah Indonesia bisa merdeka, di tahun 1950 pemerintah kemudian mengambil alih daerah tersebut.
Tanjung Enim memang jadi salah satu daerah penghasil batubara di Sumatera Selatan. Tanjung Enim dianggap sebagai kota kecil yang kaya raya karena hasil batubara yang dimilikinya. Daerah ini jadi wilayah kerja pertambangan PTBA Persero Tbk.
- Sawahlunto, Sumatera Barat
Selain Tanjung Enim yang jadi daerah penghasil batubara di Sumatera Selatan, Sumatera Barat juga jadi daerah penghasil batubara terbesar di indonesia, tepatnya berada di Sawahlunto. Daerah pertambangan ini juga dikenal dengan nama Tambang Ombilin. Tambang Ombilin sebelumnya jadi wilayah pertambangan PT Bukit Asam Ombilin.
Di tambang Ombilin, aktivitas penambangan batubara dimulai sejak tahun 1868. Pada saat itu Indonesia masih jadi negara jajahan Belanda. Tambang Ombilin juga jadi salah satu tambang batubara tertua di Indonesia. Kualitas batubara yang diambil di kawasan ini juga tidak diragukan lagi. Namun pada tahun 2016, kawasan ini dinobatkan menjadi salah satu warisan budaya dunia yang ditetapkan oleh UNESCO.
- Aceh Barat
Selain kaya dengan rempah dan kebudayaannya, Aceh juga jadi daerah penghasil tambang batubara di Indonesia. Seperti daerah penghasil batubara di Sumatera Selatan, Aceh Barat juga telah ikut memasok memasok kebutuhan batubara di Indonesia, bahkan dunia. Meulaboh merupakan kawasan pertambangan batubara yang besar, tepatnya berada di kecamatan Kaway XVI, Aceh Barat.
Di Meulaboh, terdapat sebanyak 15 lapisan batubara hingga kedalaman 100 meter. Ketebalan lapisan batubara yang tersimpan bekisar antara 0,5-9,5 m. Jumlah cadangan batubara yang tersimpan di perut Aceh diketahui mencapai 500 juta ton sedalam 80 meter.
- Sorong, Papua
Selain emas dan minyak, Papua juga menyimpan kekayaan lain yang berupa batubara. Banyaknya batubara di Papua membuat Sorongjadi daerah pemasok batubara nasional. Batubara di Kabupaten Sorong memiliki kualitas sekitar 4.000 kalori, selain itu juga masih terdapat sejumlah unsur-unsur lainnya. Batu bara yang dihasilkan di Kabupaten Sorong biasanya digunakan untuk kepentingan bahan bakar PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap).
Sejarah Tambang Tanjung Enim
Indonesia memiliki beberapa wilayah yang menyimpan mineral yang berupa batubara. Namun saat ini, sebanyak 93% kandungan batubara justru diperoleh dari Kalimantan. Padahal cadangan batubara terbesar justru bukan berada di Kalimantan, melainkan ada di Sumatera. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, R Sukhyar melalui detik.com.
Daerah penghasil batubara yang terkenal di pulau Sumatera salah satunya adalah Tanjung Enim, tepatnya di kecamatan Muara Enim, Sumatera Selatan. Kota kecil tersebut jadi daerah penghasil batubara di Sumatera Selatan. Nama Tanjung Enim bahkan lebih terkenal daripada nama kabupatennya sendiri, Muara Enim. Penambangan batubara di wilayah ini telah dilakukan sejak abad ke-20. Wilayah ini juga jadi salah satu tambang tertua yang ada di Indonesia.
Sejarah penambangan batubara di Tanjung Enim dimulai sejak masa kolonial Belanda, tepatnya pada pertengahan abad 19. Dokumen yang diterbitkan oleh pemerintah Belanda menyebutkan bahwa di sebuah daerah Karesidenan Basemah (kini Pagaralam), tepatnya di sepanjang lintasan sungai Enim, masyarakat sekitar menggunakan bebatuan hitam sebagai perlengkapan rumah tangganya.
Dari dokumen tersebut juga dikatakan bahwa bebatuan hitam diperoleh dari dalam tanah dan tepian sungai Enim. Beberapa peralatan terbuat dari batuan hitam, digunakan masyarakat untuk peralatan rumah tangga sehari-hari.
Setelah adanya laporan mengenai batuan hitam, pemerintah Belanda kemudian menindaklanjuti temuan tersebut pada tahun 1895. Eksplorasi dilakukan untuk melakukan penyelidikan. Setelah selesai, pihak Belanda mengambil alih areal tambang pada tahun 1919. Penambangan batubara Tanjung Enim sejak saat itu dilakukan.
Kabar penemuan tambang batubara Tanjung Enim tersebar ke berbagai negara. Kabar tersebut bahkan sampai ke negara Eropa, yang kemudian orang-orang Eropa berbondong-bondong bermigrasi ke Tanjung Enim. Bahkan banyak yang juga menetap di Tanjung Enim. Tanjung Enim yang jadi daerah penghasil batubara di Sumatera Selatan sempat ramai dihuni berbagai etnis dari beberapa penjuru dunia.
Setelah terjadi migrasi warga Eropa besar-besaran, Pemerintah Kolonial Belanda kemudian mendatangkan ratusan tenaga kerja dari Pulau Jawa. Ratusan pekerja tersebut dijadikan buruh untuk menambang batubara daerah penghasil batubara di Sumatera Selatan, Tanjung Enim. Para pekerja mulai didatangkan ke pulau Sumatera pada tahun 1920-an awal.
Industri tambang Tanjung Enim sendiri semakin hari semakin ramai. Sebagai daerah penghasil batubara di Sumatera Selatan, kawasan tersebut juga jadi tujuan para perantau. Bahkan beberapa masyarakat dari Jawa Tengah juga ikut menyerbu tempat tersebut. Migrasi besar-besaran kembali terjadi sekitar tahun 1925-1940. Besarnya migrasi Tanjung Enim ternyata gagal dikontrol oleh pemerintah Belanda saat itu.
Kerusuhan terjadi saat buruh yang bekerja terlalu banyak di pertambangan Tanjung Emin. Selain itu, minimnya kesejahteraan buruh dan krisis ekonomi dunia juga jadi salah satu pemicu kerusuhan. Sebagai jalan pintas, Pimpinan Administrasi Kolonial Tanjung Enim menindak secara represif kerusuhan itu dengan memenjarakan para buruh.
Kemerdekaan Indonesia jadi salah satu pemicu para buruh dan karyawan Indonesia untuk mengakuisisi tambang yang dikuasai Belanda. Para buruh berinisiatif untuk mengusir Belanda dari kepemilikan Tanjung Enim, dan menjadikan Tanjung Enim jadi tambang milik Indonesia.
Usaha para buruh ternyata tidak sia-sia. Pada tahun 1950 pemerintah Bung Karno dapat menasionalisasi tambang batubara Tanjung Enim sebagai daerah penghasil batubara di Sumatera Selatan yang dimiliki Indonesia. Sejak saat itu tambang Tanjung Enim dikelola oleh perusahaan milik negara (BUMN) yang bernama Perusahaan Negara Tambang Arang Bukit Asam (PN TABA). Tahun 1981, PN TABA kemudian berubah status jadi Perseroan Terbatas dengan nama baru, PT Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA).
Kebaikan Tambang Batubara di Tanjung Enim, Sumatera Selatan
Sumatera Selatan jadi salah satu daerah penghasil batubara di Sumatera Selatan. Daerah yang memiliki 17 Kabupaten/kota ini bahkan terkenal sebagai wilayah lumbung energi sejak tahun 2004. Adanya energi yang tersimpan di Sumatera Selatan menjadikan provinsi ini jadi salah satu provinsi terkaya kelima di Indonesia.
Adanya tambang batubara di Sumatera Selatan juga memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan daerah. Sumatera Selatan juga kerap membangun beberapa sarana dan prasarana yang lengkap. Selain itu Sumatera Selatan juga kerap menjadi tuan rumah acara nasional dan internasional, khususnya di di Kota Palembang.
Batubara yang tersimpan di Sumatera memang tidak hanya terpusat di satu daerah saja, namun tersebar di 8 kabupaten. Beberapa kabupaten tersebut yaitu Musi Banyuasin, Banyuasin, Lahat, Musi Rawas, OKU, OKUT, OKI, Muara Enim dan Kota Prabumulih. Penelitian yang dilakukan oleh NEDO Jepang yang dilansir di Tribunnews.com, mengatakan bahwa potensi batubara Sumatera Selatan bisa mencapai 47,1 miliar ton (3/4/2018). Wajar jika beberapa daerah disebut menjadi daerah penghasil batubara di Sumatera Selatan.
Di Tanjung Enim sendiri, tambang batubara dapat memberikan manfaat bagi daerah sekitarnya. Anggaran daerah yang diperoleh dari tambang dapat menunjang berbagai fasilitas, salah satunya adalah fasilitas pendidikan. Sebagai kota kecil di Sumatera, Tanjung Enim memiliki keunggulan di bidang pendidikan. Di kota ini beberapa tokoh nasional terlahir. Salah satu tokoh pejabat yang berasal dari daerah tersebut misalnya Basrief Arif.
Basrief Arif merupakan tokoh pejabat yang pernah memimpin Lembaga Kejaksaan Repulik Indonesia. Bahkan Basrief pernah menjabat sebagai pimpinan perguruan tinggi negeri di Jakarta. Selain Basrief Arif, ada juga Edi Suandi Hamid yang pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Islam Indonesia (UII).
Majunya pendidikan di Sumatera Selatan juga dibuktikan dengan adanya sekolah tinggi agama kristen tingkat Nasional, yakni Sekolah Tinggi Ilmu Theologi (STIT). STIT ini dianggap mampu mendidik calon pendeta terbaik yang ada di Indonesia. Selain itu, mahasiswa STIT juga berasal dari Sabang sampai Merauke.
Tambang batubara di Sumatera Selatan ternyata juga berdampak pada pengurangan kemiskinan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh BPS, presentase penduduk miskin di Sumatera Selatan setiap tahun mengalami penurunan.
Di tahun 2009, presentase penduduk miskin di provinis Sumatera Selatan sebesar 16.93 persen. Sedangkan di tahun 2019 per bulan Maret sebesar 12.19 persen. Naik turunnya angka kemiskinan di Sumatera Selatan sangat dipengaruhi dengan harga komoditas bahan tambang, terutama harga komoditas batubara dan komoditas hasil perkebunan.
Aktivitas pertambangan di Sumatera Selatan memang dinilai dapat mengangkat kesejahteraan masyarakat. Pendapat tersebut juga diakui oleh Wakil Gubernur Sumatera Selatan, Ir H Mawardi Yahya. Wagub Sumsel bahkan sempat meminta para investor untuk berinvestasi di Sumatera Selatan.
Pendapat Mawardi tersebut disampaikan saat membuka Focus Group Discussion (FGD) Bimbingan Teknis dan Perizinan Penyelenggaraan Perkeretaapian PT Bukit Asam. Dalam pernyataannya, ia mengatakan bahwa potensi usaha yang ada di Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatann dinilai besar. Sehingga usaha memiliki potensi untuk terus dikembangkan (31/1).
Dalam pidatonya, Wagub juga mengatakan bahwa meskipun peluang usaha yang ada di Kabupaten/kota di Sumsel terbuka lebar, percepatan tetap dibutuhkan. Percepatan tersebut dapat dilakukan melalui investasi yang ditanamkan oleh para investor. Dengan adanya investasi di Sumsel, angka kemiskinan diharapkan dapat turun.
Produksi dan Ekspor Batubara Indonesia
Indonesia memang telah mampu melampaui produksi Australia dalam hal pertambangan batubara sejak sejak tahun 2005. Daerah penghasil batubara di Sumatera Selatan juga ikut membantu Indonesia meningkatkan produksi batubara. Sejak itu pula Indonesia jadi eksportir terdepan batubara thermal. Porsi batubara thermal yang diekspor Indonesia terdiri dari jenis dua macam kualitas. Kualitas menengah, yaitu antara 5100 dan 6100 cal/gram dan kualitas rendah yang berada di bawah 5100 cal/gram.
Permintaan batubara yang masuk ke Indonesia sebagian besar berasal dari Tiongkok dan India. Cadangan batubara yang dimiliki Indonesia melimpah. Dikatakan bisa habis kira-kira dalam waktu 83 tahun mendatang. Informasi tersebut pernah disampaikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia.
Pelaku industri tambang batubara pun terbagi ke dalam beberapa skala. Hanya sedikit produsen batubara besar yang ikut menambang batubara. Sedangkan pelaku tambang batubara kecil justru jumlahnya melebih jumlah pelaku tambang besar.
Indonesia sendiri mengalami peningkatan produksi, ekspor, dan penjualan batubara dalam negeri sejak tahun 1990-an. Saat itu memang sektor pertambangan batubara dibuka kembali untuk investasi luar negeri. Wajar jika kemudian peningkatan terjadi.
Di sisi lain, penjualan domestik batubara sempat berada di titik yang rendah. Hal tersebut disebabkan karena konsumsi batubara dalam negeri berkurang. Namun beberapa tahun terakhir peningkatan penggunaan batubara domestik semakin bertambah. Penambahan tersebut dikarenakan adanya komitmen pemerintah Indonesia terhadap program energi pembangunan pembangkit listrik.
Prospek Masa Depan Batubara Indonesia
Batubara menjadi salah satu opsi terbaik untuk menggantikan minyak mentah sebagai bahan energi. Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang juga ikut menjadikan harga batubara naik secara signifikan. Meski sektor pertambangan batubara baik, situasi tersebut berubah saat terjadi krisis keuangan global pada tahun 2008. Krisis global menyebabkan harga komoditas menurun begitu cepat.
Sebagai negara penghasil tambang, Indonesia tidak luput dari imbas krisis keuangan global. Semula, ekspor komoditas berkontribusi untuk PDB sekitar 50% dari total ekspor Indonesia. Namun saat itu PDB hanya mencapai 4,6% saja.
Pertumbuhan ekonomi global bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan harga batubara menurun. Di era tahun 2000-an, banyak perusahaan pertambangan mulai didirikan di Indonesia, sementara perusahaan-perusahaan tambang yang sudah ada tidak mau kalah. Mereka berusaha meningkatkan investasi untuk memperluas kapasitas produksi mereka. Adanya perusahaan tambang batubara membuat suplai batubara terlalu banyak. Melimpahnya batubara tentu berpengaruh pada penurunan harga batubara.
Paruh kedua di tahun 2016, harga batubara diketahui melonjak. Lonjakan tersebut memberikan kabar baik pada industri pertambangan batubara. Ada beberapa faktor yang menyebabkan harga batubara melonjak. Faktor tersebut misalnya karena harga minyak mentah dunia kembali pulih. Selain itu pembangkit listrik tenaga batubara baru di Indonesia juga membuat permintaan batubara domestik meningkat.
Kebijakan penambangan batubara China jadi salah satu alasan terbesar mengapa harga batubara dapat naik signifikan. Sebagai produsen dan konsumen batubara terbesar di dunia, China memutuskan untuk memangkas hari produksi batubara domestiknya. Pemangkasan tersebut disebabkan karena tingginya rasio kredit bermasalah (non-performing loans, atau NPLs) di sektor perbankan China. Kenaikan rasio NPL tersebut juga disebabkan karena perusahaan pertambangan batubara China kesulitan membayar hutangnya kepada bank.
Beberapa tahun terakhir ini, wacana pengurangan ketergantungan bahan bakar fosil juga mulai dikampanyekan. Meski begitu, penurunan tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Batubara diprediksi tetap menjadi sumber energi vital. Bahan bakar ini masih diperlukan di masa mendatang, dan Indonesia diharapkan mampu terlibat secara aktif sebagai salah satu pelaku utama di sektor pertambangan batubara.
Sumatera sebagai Lumbung Energi
Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Sumatra. Seperti yang telah dijelaskan di awal, provinsi Sumatera Selatan menjadi salah satu sumber energi yang dimiliki Indonesia, khususnya Tanjung Enim. Meski Tanjung Enim jadi daerah penghasil batubara di Sumatera Selatan, namun keberadaan hasil bumi lain juga bisa dimanfaatkan.
Selain menjadi daerah penghasil batubara di Sumatera Selatan, provinsi ini juga memiliki kekayaan lain. Di antaranya berupa 27 jenis barang tambang nonlogam (golongan C), 15 jenis barang tambang logam, serta enam jenis minyak, gas (migas) dan energi. Barang tambang nonlogam yang dimiliki Sumatera Selatan seperti gamping, dolomite, pasir kuarsa, belerang, kaolin, diatomea dan bentonit.
Barang tambang logam yang tersimpan di perut Sumatera Selatan mencakup tembaga, timah hitam, emas, dan perak. Potensi migas dan energi juga tersedia, antara lain minyak bumi, gas alam dan panas bumi.
Hasil tambang ternyata tidak hanya terpusat di Sumatera Selatan saja. Di kawasan lain di Pulau Sumatera ternyata juga menyimpan kekayaan besar. Seperti misalnya di Riau. Tidak seperti Sumatera Selatan yang terkenal dengan batubaranya, Riau justru terkenal dengan hasil bumi lain. Hasil bumi tersebut seperti bauksit, timah, pasir besi, granit, granulit, diorit, andesit, dan kaolin. Beberapa perusahaan juga ikut memanfaatkan hasil tambang yang ada di Riau.
Seperti halnya daerah Sumatera Selatan Riau juga jadi salah satu provinsi yang kaya. Riau juga mengandalkan sektor pertambangan untuk meningkatkan perekonomian daerahnya.
Ada kesamaan hasil tambang antara Sumatera Barat dan Sumatera Selatan. Keduanya sama-sama memiliki hasli tambang yang berupa batubara. Bengkulu juga masuk ke dalam provinsi yang memiliki sumber kakayaan energi. Data dari Departemen ESDM, Provinsi Bengkulu memiliki potensi pertambangan dan energi. Bahkan Bengkulu berpotensi menjadi daerah pertambangan terbesar yang menghasilkan batubara, emas, pasir besi, batu apung, dan bentonit. Hasil produksi batu bara yang dimiliki Bengkulu diperkirakan sebanyak 673.542.000 ton.
Daerah yang bukan merupakan penghasil batubara di indonesia adalah Bangka. Yang paling terkenal dari Bangka adalah pemandangannya. Namun, taukah Anda Bangka jadi provinsi dengan hasil bumi yang besar berupa bijih timah? Bangka memang bukan daerah penghasil batubara di Indonesia, namun timah Bangka bisa diandalkan. Hasil timah di Bangka mampu memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pembangunan nasional. Salah satu perusahaan nasional yang memanfaatkan biji timah Bangka adalah PT Timah Tbk.
Lain cerita dengan Lampung. Hasil tambang yang ada di provinsi Lampung juga ikut andil dalam memperkaya Sumatera. Bahan galian logam yang ada di provinsi Lampung meliputi emas, mangan, bijih besi, dan pasir besi. Meski memiliki hasil tambang yang lumayan, potensi Lampung belum sepenuhnya dikelola.