Djawanews.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan instrumen fiskal APBN saat ini sedang mengalami guncangan yang cukup kuat. Guncangan tersebut terutama berasal dari faktor eksternal.
Sri Mulyani menyebut hal itu tidak lepas dari peningkatan harga beberapa komoditas penting yang berimbas pada perekonomian Indonesia.
Karena itu penyehatan kembali APBN sangat penting dilakukan setelah konstitusi memperbolehkan defisit anggaran diperlebar hingga di atas 5 persen.
“Kita akan terus menjaga kesehatan APBN dari guncangan-guncangan yang makin kuat dari luar negeri, sehingga bisa melindungi masyarakat dan perekonomian kita,” ujarnya dikutip Kamis, 28 Juli.
Menkeu menambahkan, kerja keras APBN melalui belanja negara adalah bukti instrumen fiskal dalam mendukung program pemulihan ekonomi dan menjaga dampak adanya ketidakpastian.
Disebutkan bahwa outlook defisit APBN 2022 turun dari 4,85 persen PDB (produk domestik bruto) menjadi 3,92 persen PDB.
“Peran APBN sebagai shock absorber perlu dijaga agar berfungsi optimal, namun dengan tetap memperhatikan kesehatan dan kredibilitas,” tuturnya.
Lebih lanjut, bendahara negara menerangkan jika risiko global khususnya inflasi dan potensi resesi negara maju harus diwaspadai. Katanya, volatilitas global berdampak pada tekanan inflasi domestik dan pasar obligasi Indonesia, meski dampaknya terbatas didukung likuiditas domestik yang kuat.
“Secara umum perekonomian domestik masih resilien namun perlu waspada di tengah gejolak global akibat potensi resesi dan fenomena stagflasi. Fundamental ekonomi Indonesia ditopang oleh sektor eksternal yang sehat, tekanan inflasi yang relatif lebih moderat serta kinerja fiskal yang kuat,” tegas dia.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, realisasi APBN hingga semester I 2022 berhasil mencatatkan surplus sebesar Rp73,6 triliun yang berasal dari pendapatan negara Rp1.317,2 triliun berbanding belanja Rp1.243,6 triliun.
“APBN akan tetap menjadi instrumen yang luar biasa penting untuk menjadi shock absorber, memperbaiki kinerja ekonomi, menjaga rakyat kita, dan itu berasal dari penerimaan pajak, dari penerimaan komoditas, dari bea dan cukai, dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP),” tutup Menkeu Sri Mulyani.