Djawanews - Pagi tadi aktvitas Sri Mulyani berbeda. Dia bukan rapat di kantor. Menteri Keuangan ini memilih datang ke Pasar Santa, Kebayoran, Jakarta Selatan.
Sri Mulyani memang sekalian belanja sayur-sayuran, buah serta bumbu dapur. Tapi selain belanja, dia bawa misi khusus. Menjelaskan detail kepada para pedagang soal isu sembako akan dikenakan pajak.
Sri Mulyani bertemu dengan Runingsih, penjual bumbu-bumbu. Secara terus terang, Runingsih mengaku khawatir dengan adanya pemberitaan rencana pajak sembako. Kalau itu terjadi, mau tidak mau akan menaikkan harga jual.
"Saya jelaskan pemerintah tidak mengenakan pajak sembako yang dijual di pasar tradisional yang menjadi kebutuhan masyarakat umum," tegas Sri Mulyani melalui akun Facebooknya.
Sri Mulyani kemudian menjelaskan kepada Runingsih dengan bahasa sederhana. Katanya, pajak tidak asal dipungut untuk penerimaan negara, namun disusun untuk melaksanakan azas keadilan.
Misalnya beras produksi petani Indonesia seperti Cianjur, Rojolele hingga Pandan Wangi. Beras-beras ini merupakan bahan pangan pokok dan dijual di pasar tradisional, tidak dipungut pajak (PPN).
Namun beras premium impor seperti beras basmati, beras shirataki yang harganya bisa 5-10 kali lipat dan dikonsumsi masyarakat kelas atas, seharusnya dipungut pajak. Termasuk daging sapi premium seperti daging sapi Kobe, Wagyu yang harganya 10-15 kali lipat harga daging sapi biasa.
"Itu asas keadilan dalam perpajakan yang lemah dibantu dan dikuatkan dan yang kuat membantu dan berkontribusi," jelas Sri Mulyani.
Dia jelaskan, pemerintahan Jokowi justru memberikan banyak insentif pajak untuk memulihkan ekonomi. Pajak UMKM, pajak karyawan (PPH 21) dibebaskan dan ditanggung pemerintahan. Pemerintah membantu rakyat melalui bantuan sosial, bantuan modal UMKM seperti yang telah diterima pedagang sayur di Pasar Santa tersebut, diskon listrik rumah tangga kelas bawah, internet gratis bagi siswa, mahasiswa dan guru.
"Jangan mudah termakan hasutan," tandasnya.