Djawanews.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku sedikit terbawa perasaan (baper) saat bicara utang Indonesia karena terbilang sensitif. Diketahui utang Indonesia meningkat beberapa waktu terakhir dan saat ini sudah mencapai Rp 7.040,32 Triliun.
"Saat saya berbicara soal utang di Indonesia, biasanya sedikit Baper. Untuk diketahui peningkatan utang untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan dalam negeri. Khususnya penanganan pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional," kata Sri Mulyani dalam UI International Conference on G20 di Jakarta, dikutip dari channel Youtube UI Teve, Kamis 16 Juni.
Sri Mulyani mengatakan rasio utang Indonesia saat ini masih dalam kondisi aman dan terkendali. Yakni pada level 39,09 persen pada akhir April 2022. Sementara posisi utang mencapai Rp 7.040,32 Triliun.
"Saat ini kondisi ekonomi Indonesia sudah relatif baik. Ini ditunjukan dengan pemulihan ekonomi yang terus berlangsung kuat, serta aktivitas dunia usaha dan ekonomi yang meningkat," imbuhnya.
Selain itu, sisi pendapatan negara pada tahun ini juga memperoleh berkah dari lonjakan harga komoditas.
Hal ini, lanjutnya, dapat mengurangi rasio utang melalui penarikan utang.
"Dengan penerimaan yang kuat dari commodity boom, rasio utang kita terhadap PDB sebenarnya turun 13 persen. Ini lebih baik dibandingkan dengan negara lainnya," urainya.
Indonesia terbilang beruntung dibandingkan dengan negara lain yang mengalami defisit sangat dalam memasuki tahun ketiga pandemi COVID-19.
"Beberapa negara rasio utang sudah di atas 60 persen. Bahkan ada yang 80 persen dan 100 persen terhadap PDB. Jadi mereka sekarang memiliki rasio utang terhadap PDB yang lebih dramatis. Untuk negara yang berpenghasilan rendah dan rentan situasinya menjadi tidak berkelanjutan," terang Sri Mulyani.
Dalam kepemimpinan Indonesia dalam Presidensi G20 berupaya untuk menyinkronkan kerangka kebijakan dan diskusi bersama negara G20.
Tujuannya untuk mencari solusi untuk negara berpenghasilan rendah yang tengah terlilit utang.
"Begitu banyak negara berpenghasilan rendah sebenarnya dalam risiko yang sangat mengerikan atau mendekati krisis keuangan. Menurut IMF lebih dari 60 negara berada dalam kondisi yang sangat rentan secara finansial. Karena itu dunia perlu meresponnya," jelas Sri Mulyani.