Djawanews.com – Harga bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite hampir bisa dipastikan akan mengalami kenaikan dalam waktu dekat. Kondisi ini terlihat ironi karena pemerintah telah menghabiskan dana hingga Rp 502 triliun pada 2022.
Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Said Abdullah mengakui bahwa keadaan ini cukup rumit. Akan tetapi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak sanggup lagi menahan harga Pertalite, Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kg dan tarif listrik.
"Banggar DPR tidak akan mengubah alokasi subsidi energi pada tahun ini," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Djawanews pada Senin, 15 Agustus.
Sebelumnya pada Mei lalu, Said mengatakan, Banggar DPR telah menyetujui alokasi subsidi energi sebesar Rp74,9 triliun dari pagu awal sebesar Rp 134 triliun, meliputi Rp 77,5 triliun LPG dan BBM serta listrik Rp 56,5 triliun.
Dari APBN juga dialokasikan pembayaran kompensasi BBM dan listrik sebesar Rp 275,0 triliun dari semula hanya Rp 18,5 triliun. Hal ini dikarenakan BUMN sudah menahan harga energi dalam dua tahun terakhir.
Akan tetapi beberapa indikator yang sebelumnya diperkirakan, baik harga minyak dunia, nilai tukar rupiah hingga kuota BBM sudah meleset. Sehingga penambahan subsidi bukan lagi opsi yang diambil baik pemerintah maupun DPR.
"Tidak akan ada penambahan subsidi. Pilihan yang bisa ditempuh pemerintah adalah menaikkan harga energi yang disubsidi dengan mempertimbangkan dampak inflasi dan daya beli rumah tangga miskin. Oleh karena itu reformasi kebijakan subsidi non energi dan program perlindungan sosial harus lebih tepat sasaran dan waktu," terang Said.
Terkait beban APBN dalam menjaga harga BBM ini, Presiden Jokowi sebelumnya juga mengaku cukup dilema dalam menghadapi masalah ini. Kenaikan harga BBM tentu akan mengikis daya beli masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah.
Di satu sisi, pembengkakan subsidi BBM dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif terhadap pengelolaan keuangan negara.
"Apakah angka Rp502 triliun itu terus kuat kita pertahankan? Kalau bisa Alhamdulillah, artinya rakyat tidak terbebani. Tapi kalau APBN tidak kuat bagaimana?," kata Jokowi.
Dalam kesempatan tersebut, Jokowi membandingkan harga BBM di Indonesia dengan sejumlah negara yang sudah menembus di kisaran Rp 17 ribu hingga Rp 18 ribu.
"Negara lain harga BBM sudah Rp 17 ribu, Rp 18 ribu, naik 2x lipat semuanya. Ya memang harga keekonomiannya seperti itu," jelas Jokowi.