Djawanews.com – Kelangkaan BBM jenis RON 90 atau Pertalite dikabarkan mulai terlihat di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) usai kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis RON 92 yang naik menjadi Rp 12.500-Rp 13.000 per liter.
Kejadian kelangkaan Pertalite yang terjadi baru-baru ini mengingatkan akan kejadian di mana masyarakat Indonesia menghadapi hilangnya minyak goreng di pasar.
Melansir CNBC Indonesia, minyak goreng menjadi mahal, karena mengikuti perkembangan harga minyak kelapa sawit internasional. Hal ini membuat pemerintah akhirnya menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng untuk semua jenis sebesar Rp 14.000 per liter selama 6 bulan.
Namun kemudian, pasokan minyak goreng kembali langka dan susah didapatkan. Selang beberapa lama kemudian, pemerintah memutuskan untuk mencabut aturan HET minyak goreng, dan akhirnya membuat harga minyak goreng kini menjadi mahal, dibanderol Rp 24.000-Rp 26.000 per liter di pasaran.
Fenomena kelangkaan minyak goreng yang pernah terjadi, seperti kelangkaan Pertalite yang saat ini ramai diperbincangkan. Entah apakah ini kesalahan kebijakan pengaturan harga yang dilakukan pemerintah atau hanya permainan industri belaka untuk mengerek cuan atau keuntungan.
Menurut Ekonom Senior Chatib Basri, di pengaturan harga atau price control memang selalu tidak berbanding lurus dengan realita di lapangan. Di banyak negara, salah satunya Amerika Latin kebijakan price control selalu gagal.
"Price control dimana-mana gak bisa jalan. Jangan coba melakukan di bawah set harga produksi, itu barangnya akan hilang," ungkapnya dalam acara Indonesia Macroeconomic Updates 2022, dikutip dari CNBC Indonesia, Senin 4 April.
"Itu yang menjelaskan mengapa HET kemarin barangnya hilang minyak gorengnya, karena memang price control itu tidak bisa dilakukan," tuturnya.
Chatib bilang, langkah pemerintah sudah tepat dengan melepas harga minyak goreng mengikuti mekanisme pasar, kemudian mengucurkan BLT minyak goreng kepada masyarakat yang membutuhkan.
"Kenapa ini saya katakan benar? karena beban dari BLT itu lebih kecil dibandingkan subsidi dari seluruh barang. Bayangkan kalau seluruh minyak gorengnya disubsidi? atau seluruh BBM-nya disubsidi? itu yang kaya juga menikmati," sambungnya.
Pernyataan Chatib Basri tersebut kemudian selaras dengan rencana pemerintah yang juga ingin menaikkan harga Pertalite dan Liquefied Petroleum Gas (LPG) ukuran tabung 3 kilogram (kg).
Mengingat, dua komoditas ini merupakan komoditas yang disubsidi pemerintah. Bahkan, LPG tabung 3 kg sejak 2007 tidak pernah mengalami kenaikan.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan kenaikan harga LPG tabung 3 kg dan Pertalite akan dilakukan secara bertahap.
"Jadi overall ya akan terjadi nanti (kenaikan), karena itu Pertamax, Pertalite. Premium belum. mengenai gas (LPG) yang 3 kg itu kita bertahap. Jadi 1 April, nanti Juli, nanti bulan September, itu semua bertahap dilakukan oleh pemerintah," tutur Luhut usai uji coba pengoperasian Light Rail Transit (LRT) di Stasiun Harjamukti, Cibubur, Jakarta Timur, Jumat 1 April.