Daya saing Indonesia dinilai mulai melemah. Pelemahan ini disebankan oleh berbagai hal.
Dalam setahun, daya saing yang dimiliki Indonesia di kancah Internasional diberitakan melemah, yakni melorot 5 tingkat dalam setahun. Indonesia berada di ranking 50 dari 141 negara dengan skor 64,6 poin yang sebelumnya 64,9 poin. Hal ini didasarkan pada laporan World Economic Forum (WEF) dalam Global Competitive Report 2019. Padahal di tahun sebelumnya, daya saing Indonesia berada di peringkat 45.
Dilansir dari beritagar.id, Pendiri WEF, Klaus Schwab, menyebutkan, ada 12 pilar yang diperbandingkan antarnegara. Ke-12 pilar tersebut yakni lembaga, infrastruktur, adopsi IT, stabilitas makroekonomi, kesehatan, skil tenaga kerja, pasar produk, pasar tenaga kerja, sistem keuangan, ukuran pasar, dinamisme pasar, dan inovasi.
Daya Saing Indonesia Disebabkan Adanya Pelemahan di Beberapa Pilar
Sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar, ukuran pasar yang dimiliki Indonesia dinyatakan cukup besar, bahkan berada di peringkat 7. Stabilitas makro ekonomi Indonesia juga dinyatakan bagus, dengan jumlah poin 96 poin. Tetapi jika dibanding dengan negara-negara lain, skor tersebut hanya menempatkan Indonesia di peringkat 54.
Sektor lain yang mengalami pelemahan membuat peringkat Indonesia justru menurun. Pelemahan tersebut berada di sektor kesehatan yang hanya mendapat skor 71 dengan peringkat 95. Sedangkan sektor pasar tenaga kerja sebanyak 68 poin (peringkat 85), inovasi (skor 38, peringkat 74), infrastruktur (skor 68, peringkat 72), dan adopsi IT (skor 55, peringkat 72).
Untuk meningkatkan kembali daya saing Indonesia, Jusuf Kalla menyebutkan bahwa Indonesia harus melakukan perbaikan regulasi dalam investasi. Perbaikan tersebut perlu dilakukan agar para investor dapat dengan mudah menanamkan modalnya di Indonesia.
Bulan September 2019 lalu, Presiden Jokowi bahkan sempat mengutarakan kekecewaannya saat membuka rapat terbatas di Kantor Presiden, (4/09/2019). Jokowi menyayangkan para investor asing justru lari ke negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia, Thailand, dan Kamboja.
Jokowi menyontohkan adanya 33 perusahaan yang berasal dari Tiongkok yang ingin berinvestasi. Namun dari 33 perusahaan, tak ada yang melirik Indonesia. Mereka justru memilih negara tetangga.
“23 memilih di Vietnam, 10 lainnya perginya ke Malaysia, Thailand, dan Kamboja. Enggak ada yang ke kita. Tolong ini digarisbawahi,” ujar Jokowi, Rabu (4/92019).
Jika ditelisik lebih dalam, Indonesia memang memiliki ketertinggalan dalam beberapa hal pendukung investasi. Misalnya, soal waktu yang dibutuhkan untuk mengurus izin bisnis yang memakan waktu 19,6 hari. Selain itu, rendahnya budget penelitian yang hanya 0,1 persen dari PDB.
Meski daya saing Indonesia merosot, beberapa negara tetangga juga mengalami hal yang sama, yakni Malaysia, Thailand, dan Filipina. Malaysia dan Thailand merosot 2 peringkat, sedangkan Filipina turun 8 tingkat.