Investasi di Indonesia masih terhambat karena beberapa hal.
Salah satu program Presiden Jokowi dalam masa jabatan keduanya adalah mengundang investor untuk investasi di Indonesia. Adanya investor di Indonesia dipercaya akan membantu meningkatkan perekonomian masyarakat Indonesia. Namun dalam pekaksanaannya, berbagai hambatan muncul.
Kendala investor untuk investasi di Indonesia
Meskipun pemerintah membuka pintu selebar-lebarnya kepada para investor, namun pelaksanaannya tetap tidak mudah. Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih menanggapi kesulitan investor yang dihadapi Indonesia. Ada beberapa masalah utama bagi para investor di Indonesia.
Dalam Ease of Doing Business (EoDB), peringkat Indonesia memang mengalami perbaikan. Namun Indonesia masih tidak mampu menyaingin Thailand dan Malaysia. Kedua negara tersebut bahkan telah masuk dalam kategori ‘very easy’.
Lana mengatakan, faktor utama yang masih menghambat masuknya investasi di Indonesia adalah perkara kurangnya kepastian hukum. Para pengusahan swasta masih meragukan komitmen pemeritah Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari kepastian hukum berinvestasi di Indonesia.
“Meski peringkat Indonesia sudah naik, dalam kenyataannya pengusaha dan swasta belum merasakan sekali komitmen pemerintah dalam menciptakan kepastian hukum berinvestasi, pemerintah masih perlu melakukan perbaikan,’’ ungkap Lana seperti yang di;ansir Tempo Minggu (11/08/2019).
Di satu sisi, minat investor swasta lokal maupun investor asing untuk berinvestasi ke sektor yang berkaitan dengan logistik terus tumbuh. Sehingga, menurut Lana, pembangunan pelabuhan di Indonesia sebenarnya perlu menjadi prioritas utama pemerintah.
Data yang diperoleh dari Badan Koordinasi Penanaman Modal atau BKPM mengatakan, realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) terus tumbuh. Dari bulan Januari sampai 2019 sendiri tumbuh sebesar 16,4 persen secara tahunan. Pertumbuhan tersebut diketahui lebih besar dibanding realisasi penanaman modal asing (PMA) yang hanya tumbuh sebesar 4 persen.
Sektor usaha dengan nilai realisasi terbesar di antaranya adalah transportasi, gudang dan telekomunikasi. Ketiganya mencapai Rp71,8 triliun. Sementara sektor listrik, gas, dan air mencapai Rp56,8 triliun. Di bidang konstruksi lebih kecil lagi, yaitu sebesar Rp 32 triliun. Industri makanan sebesar Rp 31,9 triliun, serta perumahan, kawasan industri dan perkantoran sebesar Rp 31 triliun.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengakui perlambatan investasi di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah karena ekonomi Indonesia masih belum efisien. Hal ini pun ditandai dengan ratio Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia yang juga belum menunjukan peranannya.
ICOR merupakan rasio penambahan modal dengan penambahan pengeluaran. Efisiensi investasi di suatu negara dapat menggunakan parameter ICOR. ICOR Indonesia sendiri masih berada di atas rata-rata negara Asia yakni di kisaran 6 persen. Sebagai patokan, China berada di atas 8 persen.
“Untuk Indonesia, berbagai faktor fundamental yang mempengaruhi ICOR adalah Sumber Daya Mansuia (SDM). Karena terkendala masalah pendidikan relatif rendah dan skill terbatas,” ungkap Menkeu Sri Mulyani dalam Seminar Nasional Transformasi Ekonomi untuk Indonesia Maju, di Hotel Borobudur, Jakarta, akhir pekan lalu.
Karena hal tersebut, pemerintah terus berupaya mendorong kebijakan fiskalnya dengan memprioritaskan SDM agar mampu berdaya saing global. Jika kualitas SDM baik, maka investasi di Indonesia dapat berkembang.