Djawanews.com – Di masa pandemi, petani kopi tak kalah merana dari pekerja lain. Karena permintaan kopi yang ditanam di kawasan lereng Gunung Merapi anjlok. Penurunan bahkan mencapai 90%. Salah satu penyebab turunnya permintaan kopi adalah kedai kopi banyak yang tutup sementara.
Padahal permintaan kopi di kedai di hari normal biasa mencapai 300 kg. Saat pandemi, permintaan kopi hanya 10% atau kurang lebih 30 kg. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Sumijo, salah satu petani kopi.
Nasib Kopi Merapi di Masa Pandemi
Dalam waktu dekat, petani kopi di lereng Merapi juga akan melalui masa panen biji kopi, termasuk kategori arabika. Meski begitu petani nampaknya harus rela melihat kopinya tak terjual. Untuk sementara waktu, hasil panen akan ditampung di Koperasi Kebun Makmur.
Wakil Bupati Sleman Sri Muslimatun sendiri mengakui bahwa kegiatan pertanian di Sleman akan tetap berlangsung. Hal ini dilakukan demi mewujudkan ketahanan pangan di Sleman.
“Memang saat ini kita sedang perang melawan Covid-19 dan ada anjuran untuk tetap di rumah, namun untuk kegiatan menanam padi tetap perlu dilakukan langsung [turun ke sawah]. Dan yang paling penting tetap memperhatikan aspek pencegahan Covid-19 diantaranya menjaga jarak dan memakai masker,” jelasnya.
Sri Muslimatun juga menegaskan bahwa para petani tetap harus memahami langkah pencegahan Covid-19.
Di Yogyakarta, beberapa kedai kopi memang memutuskan untuk membatasi jam operasional mereka, bahkan ada beberapa dari mereka yang libur. Selain itu ada pula yang hanya menerima layanan take away. Namun, ada pula kedai kopi yang bandel dan tetap menerima pembeli di kedai mereka untuk nongkrong. Nampaknya Pemprov DIY belum menunjukkan ketegasan atas situasi saat ini.