Djawanews.com – Beberapa waktu belakangan, banyak orang yang bangga sekaligus khawatir dengan status baru Indonesia. Menjadi negara maju berarti Indonesia tidak bisa menikmati fasilitas Generalize System of Preference (GSP) atau keringanan bea masuk terhadap barang impor ke Amerika Serikat yang diberikan pada negara-negara kurang berkembang dan negara berkembang.
Namun, hal tersebut tampaknya bukanlah masalah serius yang harus ditakuti. Menurut Achmad Deni Daruri, Presiden Direktur Center for Banking Crisis (CBC), Indoensia memang tak perlu lagi mengandalkan keringanan bea masuk atau fasilitas GSP.
Sebagai Negara Maju, Indonesia Bisa Maksimalkan Insentif Dagang Lain
Dilansir detikcom, Daruri berpendapat bahwa Indonesia masih memiliki cara lain untuk mengatasi persoalan perdagangan internasional. Oleh sebab itu, Indonesia tidak perlu risau soal GSP.
“RI nggak perlu khawatir kehilangan GSP. Karena masih banyak insentif dagang lain yang bisa dimanfaatkan. Nggak harus GSP,” jelas Daruri pada detikcom melalui telepon pada Rabu (26/02/2020) kemarin.
Daruri menjelaskan, salah satu contoh insentif dagang yang dia maksud adalah produk ramah lingkungan. Sejumlah negara, seperti AS dan anggota Uni Eropa telah menawarkan insentif dagang untuk produk-produk yang ramah lingkungan. Mungkin ini juga bisa menjadi solusi atas hubungan dagang Indonesia dan Uni Eropa yang sempat renggang.
“Insentif yang seperti itu yang harusnya dikejar. Buat produk-produk yang ramah lingkungan. Proses produksinya pun ramah lingkungan. Indonesia bisa seperti itu. Jadi, nggak perlu lagi khawatir kalau nggak dapat (fasilitas) GSP lagi,” tandas Daruri soal kekhawatiran pada GSP karena status negara maju yang disandang Indonesia.