Djawanews.com – Utang negara di bawah pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin terus naik hingga saat ini April 2022 sudah mencapai angka Rp7,014 triliun. Kenaikan ini terbilang fantastis karena pada Januari 2022 berskisar di angka Rp6.919 triliun dengan rasio utang terhadap PDB hanya sebesar 39,63 persen.
Menanggapi hal itu, Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi menilai, angka utang dengan jumlah fantastis itu berbahaya bagi kesehatan keuangan negara dan tata kelola negara.
Sekalipun jika dibandingkan dengan PDB, utang masih berkisar 40,17 persen atau angka yang masih dianggap aman oleh pemerintah.
“Tapi angka itu pasti merangkak naik terus mendekati 60 persen batas tertinggi yang disyaratkan oleh UU Keuangan Negara. Jika dilihat dari kinerja ekonomi pemerintah saat ini, tidak menutup kemungkinan, Jokowi akan tambah utang lagi," ujar Muslim Arbi, dikutip dari RMOL, Senin 4 April.
Dia menilai, jika pemerintah terus menambah utang, maka akan menambah beban keuangan negara yang mengakibatkan negara semakin tidak berdaya dan berwibawa.
"Apakah Jokowi sudah tidak mampu kelola negara lagi selain berutang dan berutang? Tidak kah ini berbahaya bagi kelangsungan negara ini? Tidak kah negeri telah tergadai karena utang oleh Jokowi yang bikin prestasi utang?” ucapnya.
Muslim lantas membandingkan kinerja Joko Widodo dengan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam mengelola utang. Di mana SBY dengan tegas melunasi utang RI ke IMF lebih cepat. Sementara di era Jokowi, untuk membayar bunga utang saja diperlukan utang baru.
“Pantas lah kalau Jokowi disebut “Bapak Utang” dari prestasi pencapaian utangnya dibanding dengan jumlah utang presiden sebelumnya," ucap Muslim.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merilisi posisi utang Indonesia telah menembus Rp7.014 triliun per Februari 2022. Dengan jumlah itu, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) naik jadi 40,17 persen.
"Per akhir Februari 2022, posisi utang Pemerintah berada di angka Rp7.014,58 triliun dengan rasio utang Pemerintah terhadap PDB sebesar 40,17 persen," tulis Kemenkeu dalam rilis APBN KiTa Maret 2022, Kamis 31 Maret lalu.
Utang tersebut terbagi atas dua bagian besar yakni Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman. Untuk surat utang total Rp6.164 triliun atau 87,88 persen dari total utang yang ada.
Utang tersebut terdiri atas surat berharga dengan denominasi rupiah senilai Rp4.901 triliun dengan rincian Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp4.054 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp847 triliun.
Selain itu, surat utang yang berdenominasi valuta asing (valas) sebesar Rp1.262 triliun dengan rincian SUN sebesar Rp978 triliun dan SBSN sebesar Rp282 triliun.