Djawanews.com – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah sampai dengan November adalah sebesar Rp7.554,2 triliun atau setara dengan 38,6 persen dari produk domestik bruto.
Angka tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan Oktober 2022 yang tercatat senilai Rp7.496,7 triliun atau berdasarkan rasio PDB berada di level 38,3 persen.
“Berdasarkan jenisnya, utang pemerintah didominasi oleh instrumen surat berharga negara (SBN) yang mencapai 88,6 persen dari seluruh komposisi utang akhir November 2022,” tertulis dalam laporan APBN edisi Desember.
Sementara berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi oleh mata uang domestik (rupiah), yaitu 70,3 persen. Langkah ini disebut menjadi salah satu tameng pemerintah dalam menghadapi volatilitas yang tinggi pada mata uang asing dan dampaknya terhadap pembayaran kewajiban utang luar negeri.
“Dengan strategi utang yang memprioritaskan penerbitan dalam mata uang rupiah, porsi utang dengan mata uang asing ke depan diperkirakan akan terus menurun dan risiko nilai tukar dapat makin terjaga,” kata Kemenkeu.
Lalu, kepemilikan SBN saat ini didominasi oleh perbankan dan diikuti BI. Sedangkan kepemilikan investor asing terus menurun sejak 2019 yang mencapai 38,5 persen. Hingga akhir 2021 tercatat 19 persen, dan per 15 Desember 2022 mencapai 14,6 persen.
“Pemerintah berkomitmen untuk terus mengelola utang dengan hati-hati,” tegas laporan APBN.
Lebih lanjut, penyelenggara negara menyatakan pula jika dampak normalisasi kebijakan moneter terhadap pasar SBN tetap masih perlu diwaspadai.
“Untuk menjaga akuntabilitas pengelolaan utang, pemerintah akan selalu mengacu kepada peraturan perundangan dalam kerangka pelaksanaan APBN, yang direncanakan bersama DPR, disetujui dan dimonitor oleh DPR, serta diperiksa dan diaudit oleh BPK,” tutup risalah tersebut.