Banyak masyarkat yang tertipu dengan pinjol ilegal lantaran tidak teliti saat menerima kredit.
Belakangan ini, perkembangan investasi berbasis pinjaman (Pinjol) online alias finansial technology (Fintech) peer to peer (P2P) lending tengah mendapat perhatian publik lantaran banyaknya kasus penipuan yang sebenarnya dilakukan oleh pinjol ilegal. Padahal jika lebih teliti ada banyak perbedaan fintech ilegal dan legal.
Tidak jelinya masyarakat dalam melihat perbedaan dari keduanya tersebut membuat banyak yang tertipu. Alih-alih mendapat bantuan dana segar, mereka justru harus mengeluarkan dana berlipat-lipat untuk melunasi pinjol dari fintech ilegal.
Data dari LBH Jakarta menunjukkan, setidaknya ada 4.500 aduan terkait pinjol dari fintech ilegal per Juni 2019. Jumlah ini melonjak tajam dari aduan per desember 2018 yakni sebesar 1.330 aduan.
Lantas, seperti apa sih perbedaan fintech ilegal dan legal?
Pada dasarnya fintech lending ilegal dan legal memiliki perbedaan yang cukup jelas. Pinjaman online dari fintech lending legal tidak akan memberatkan kreditur serta pembayaran kreditnya tidak akan bertambah dengan tajam.
Di sisi lain, bagi debitur alias pemberi pinjaman, investasi di sektor fintech merupakan investasi yang cukup menjanjikan. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan total akumulasi pinjaman dari fintech lending mencapai Rp 41,04 triliun per Mei 2019 dengan jumlah penerima pinjaman alias kreditur mencapai 8,5 juta orang.
Sementara itu, nilai outstanding dari pinjaman fintech sendiri juga sangat tinggi yakni sebesar Rp 8,32 triliun. dengan kata lain, instrumen investasi peer to peer lending ini cukup menjanjikan bagi investor dan tidak menyenangkan bagi kreditur.
Adapun perbedaan fintech lending ilegal dan legal diantaranya:
- Izin resmi
Fintech lending ilegal biasanya tidak disertai dengan izin resmi dan tidak terdaftar di OJK. Sedangkan pinjol legal akan diawasi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan. Jika anda mendapat tawaran Pinjaman online dari fintech tanpa izin yang jelas, anda patut mencurigainya sebagai fintech lending ilegal.
- Lihat alamat kantor
Hal kedua yang harus anda perhatikan sebelum menerima pinjaman online adalah melihat alamat kantor dari pemberi pinjol. Fintech ilegal biasanya tidak memiliki alamat kantor yang jelas. Adapaun fintech legal akan dapat menunjukkan bukti alamat kantor dengan jelas begitu juga dengan identitas pengurus pinjaman.
- Proses pemberian pinjaman
Pemberian pinjaman di fintech ilegal biasanya sangat mudah dan cepat. Berbeda dengan fintech legal yang menerapkan seleksi ketat bagi calon krediturnya.
- Bunga
Selanjutnya, fintech ilegal juga terkenal dengan informasi bunga atau biaya pinjaman serta denda yang tidak jelas. Sedangkan pada fintech legal, kreditur akan dikenakan bunga sebesar 0,5 persen hingga 0,8 persen per hari.
- Pengembalian dana pinjaman
Fintech ilegal akan mengenakan pengembalian dana termasuk denda tidak terbatas. Maka tidak heran mereka yang telah tertipu oleh pinjaman fintech ilegal akan memiliki jumlah tagihan berkali-kali lipat dari jumlah dana yang sebelumnya di pinjam.
Adapun pemberi pinjaman online legal akan mengenakan pengembalian dana termasuk denda maksimum 100 persen dari total pinjaman pokok. Misalnya jumlah dana yang dipinjam oleh kreditur sebesar 2 juta, maka pengembalian maksimum termasuk denda adalah sebesar 4 juta.
- Risiko peminjam
Peminjam online pada fintech ilegal biasanya akan mendapatkan ancaman berupa teror kekerasan, penghinaan dan lain sebagainya apabila mengalami kesulitan dalam pelunasan pinjaman.
Berbeda dengan fintech legal yang menerapkan sistem black list dari peminjam nakal setelah batas waktu penagihan selama 90 hari.
- Layanan pengaduan
Adapaun perbedaan fintech ilegal dan legal terahkir adalah, fintech ilegal tidak memiliki layanan pengaduan bagi konsumen alias kreditur. Sedangkan fintech legal memiliki layanan pengaduan yang jelas bagi penerima pinjaman.