Produksi Minyak Indonesia yang Semakin Tipis Membuat Indonesia Impor BBM hingga 300T, Adanya Perpres Mobil Listrik Diharapkan Bisa Menjadi Solusi Untuk Menekan Angka Tersebut.
Masalah impor bahan bakar minyak (bbm) bisa menjadi masalah yang akan membebani ekonomi Indonesia ke depan, andaikata tidak ada solusi atau jalan keluarnya.
Deputi I Kepala Staf Kepresidenan, Darmawan Prasodjo mengatakan dalam sepuluh tahun ke depan masalah impor bahan bakar minyak (BBM) bisa menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia, mengingat besarnya biaya impor BBM Indonesia yang terus meningkat.
Bahkan saat ini, kata Darmawan, Indonesia harus mengalokasikan lebih dari 300 T setiap tahun untuk mengimpor minyak mentah maupun minyak olahan.
Mobil Listrik Jadi Solusi
Produksi minyak Indonesia yang sudah semakin tipis, serta berbagai investasi pengeboran di Indonesia juga sudah sulit untuk menemukan cadangan minyak baru. Yang banyak ditemukan justru gas. Sehingga dalam 10 tahun ke depan, produksi minyak diprediksi akan menurun dari 750 ribu barel per hari akan turun menjadi 450 ribu barel per hari.
“Saya pikir, nanti impor BBM Indonesia tidak lagi Rp300 triliun per tahun, melainkan meningkat menjadi Rp1.000 triliun per tahun. Ini bisa mengurangi pertumbuhan ekonomi,” tutur Darmawan.
Kondisi tersebut jelas akan menekan perekonomian Indonesia di masa depan.
Pada kesempatan ini, Darmawan juga menjelaskan, apabila pakai mobil listrik sekelas Toyota Innova, untuk jarak 10 km, butuh 2 KWh yang harganya sekitar Rp 1.500 per KWh. Apabila 2 KWh, membutuhkan Rp3.000.
Lain halnya kalau pakau mobil bensin, 1 liter pertalite sekitar 8.000-an. Jadi biaya pakai mobil listrik lebih murah. Hal ini bisa menjadi solusi dalam rangka mengurangi angka impor BBM.
Meski demikian, masih ada satu masalah yang mengganggu yakni harga jual mobil listrik masih sangat mahal.
Oleh sebab itu, rancangan Perpres tentang Kendaraan Listrik mengalami perubahan perancangan signifikan dan cara pandang. Semula insentif pajak diberikan hanya berdasarkan pengurangan emisi. Namun skema ini dinilai bisa disiasati oleh industry otomotif yang memproduksi kendaraan berbahan bakar fosil ini dengan cara mengurangi kapasitas mesinnya.
Menurut Darmawan, desain terkait Perpres Kendaraan Listrik yang baru ini menekankan pemberian keringanan pajak atau tax holiday hanya kepada kendaraan yang menggunakan baterai, bukan lagi fokus di soal pengurangan emisi.
“Insya Allah ini akan gaspol. Kalau beli Toyota Innova biasa harganya Rp450 juta per unit, dengan Perpres ini, beli Toyota Innova listrik juga harganya sama, Rp450 juta. Tapi efisiensinya berbeda, bisa meningkat dua kali lipat,” tandas Darmawan.