Djawanews.com – Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Rasyidi menyoroti kenaikan pajak hiburan hingga 40 persen yang dikeluhkan banyak pengusaha. Ia meminta para pengusaha di Jakarta untuk tak lagi mempersoalkan besaran pajak tersebut.
Diketahui, Pemprov DKI Jakarta telah menetapkan kenaikan pajak hiburan minimal sebesar 40 persen dan maksimal 75 persen, pada Januari lalu. Aturan baru ini dikeluhkan para pengusaha, bahkan digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Seiring berjalannya waktu, kita berharap semua pihak bisa menerimanya. All beginning is difficult. Semua yang baru itu susah. Jika begitu sudah jalan, kenaikan itu mudah," kata Rasyidi dalam keterangannya, Jumat, 17 Mei.
Lagipula, menurut Rasyidi, kenaikan pajak tersebut sebenarnya dibebankan kepada pelanggan atau pengunjung tempat hiburan tersebut.
“Karena mereka yang datang ke tempat hiburan itu selain untuk bersenang-senang, biasanya juga banyak punya uang," ujar Rasyidi.
Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta ini menegaskan, kenaikan pajak hiburan sebesar 40 persen itu bisa dilihat pada sisi positif. Salah satunya bisa peningkatan pendapatan asli (PAD).
Efek positif kenaikan pajak hiburan tersebut, ungkap Rasyidi, diharapkan membuat rencana pembangunan di DKI Jakarta bisa berjalan optimal. Sebab, berdampak pada peningkatan APBD DKI Jakarta dari sektor pajak.
“Kita ingin mendapatkan suatu tambahan profit dalam APBD kita. Karena, Pemprov DKI Jakarta berkomitmen menjaga iklim perekonomian di wilayah Ibu Kota.
Diketahui, kenaikan pajak untuk kegiatan usaha hiburan menjadi 40 persen termuat dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sebelumnya, pajak hiburan di Jakarta ditetapkan sebesar 25 persen.
Sebagai informasi, regulasi dasar mengenai tarif pajak hiburan ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah (HKPD).
Aturan turunan UU Cipta Kerja tersebut turut mengatur tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT). PBJT merupakan jenis pajak yang dipungut pemerintah kabupaten/kota yang pajaknya dibayarkan oleh konsumen sehingga pelaku usaha hanya memungut pajak yang telah ditetapkan.
Dalam Pasal 58 Ayat 2 UU HKPD disebutkan bahwa besaran PBJT atas jasa hiburan paling rendah sebesar 40 persen dan paling tinggi 75.
Kemudian, di Jakarta, Pemprov DKI menerbitkan Perda Nomor 1 Tahun 2024 sebagai aturan turunan regulasi pemerintah pusat. Ketentuan mengenai pajak hiburan tertuang dalam Pasal 53 nomor (2).
"Khusus tarif pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan sebesar 40 persen," berikut bunyi pasalnya.