Fenomena flash sale dalam setiap momen Hari Belanja Online Nasional Nasional (Harbolnas) adalah hal yang umum di zaman digital ini. Puncak Harbolnas 12 Desember ini, tentu membuat banyak orang tidak bisa lepas dari gawainya.
Memang asal-usul flash sale ditujukan untuk menawarkan harga murah, yang kemudian diperebutkan. Siapa cepat, ia menang! Namun fenomena tersebut ternyata memiliki dampat psikologis yang tidak baik bagi Anda.
Flash Sale dan Dampak Psikologisnya
Diskon besar-besaran dengan embel-embel harga super murah tentu membuat masyarakat antusias dan kecanduan. Mereka harus rela menghabiskan waktu dengan gawainya, agar mendapatkan barang yang mereka inginkan.
Tentu bagi siapa yang memenangkan atau mendapatkan barang impian dengan harga murah, akan bangga dengan capaianya, dan tidak menampik kemungkinan akan berburu flash sale kembali.
Kemudian bagi orang-orang yang kalah alias tidak mendapatkan barang murang yang mereka inginkan, akan lebih berhasrat untuk lebih banyak menghabiskan waktu dengan gawainya, memantau flash sale terus.
Bagi pemenang dan orang yang tidak kebagian barang flash sale, secara tidak disadari akan membuat mereka kecanduan. Flash sale dengan demikian memanfaatkan hasrat menusia untuk selalu menang dan mendapatan keinginannya.
Flash Sale Membuat Manusia Depresi
Hasrat manusia yang kemudian memunculkan ambisi adalah sesuatu yang wajar, namun di masyarakat modern ini dengan segala rutinitas dan kejenuhannya berbelanja online adalah salah satu cara untuk lari dari realitas dan kebosanan.
Jika berbelanja online dan mengikuti flash sale adalah cara masyarakat modern untuk mendapat hiburan, dan jika hiburannya membuat semakin tertekan, maka bisa dipastikan stress dan depresi akan mengancam.
Dilansir dari uinjkt.ac.id psikolog klinis Kasandra Putranto mengungkapkan jika masyarakat saat ini adalah sebuah masyarakat modern yang ambisius dengan segala hal yang diinginkannya.
Sebagai akibatnya, masyarakat akan menjadi stres dan depresi ketika ekspetasi tidak sesuai dengan kenyataan. Hal tersebut menurut Putranto kemudian membuat sebagian masyarakat akan terus memaksa berbelanja karena sedang promo atau dalam momentum flash sale.
Ketika seseorang menjadi depresi dan stress karena ingin mendapatkan barang flash sale, maka ia akan paranoid dan selalu memantau e-commerce. Tanpa disadari waktu produktif akan hilang sia-sia, terlebih jika tidak mendapatkan barang yang diinginkan.