Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan disebut masih memiliki hutang yang belum terbayar sebesar Rp 17 Triliun kepada rumah sakit.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Kuntjoro Adi Purjanto. Ia meminta kepada pemerintah dan BPJS Kesehatan agar segera merampungkan kewajiban dari membayar hutang tersebut.
“Lebih baik dibayar. Biar nanti RS-nya enggak ikut sakit, karena semua kan perlu biaya, ujar Kuntjoro kepada CNN Indonesia, Selasa (12/11/2019).
Tunggakan BPJS Kesehatan buat rumah sakit jadi ikut ‘sakit’
Kuntjoro mengatakan, banyak rumah sakit yang terancam ‘sakit’ karena utang yang belum di bayar oleh BPJS Kesehatan. Meskipun begitu, Kuntjoro tidak mau menyebutkan presentasenya.
Beberapa rumah sakit ini, disebut Kuntjoro, sampai harus menangguhkan biaya operasional karena utang tersebut.
“Sudah ada beberapa RS yang menunda pembayaran jasa dokternya, pegawainya, dan distributor obatnya. Itu belum di bayar, apalagi PMI bayar bank darah transfusi. Itu kan juga tertunda,” katanya.
Oleh karenanya, untuk dapat menyelamatkan operasional RS serta pelayanan pasien BPJS, pihak BPJS Kesehatan harus segera membayarkan hutangnya. Terlebih lagi, pemerintah sudah memutuskan untuk menaikkan tarif iuran.
Di sisi lain, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto juga telah memberi saran untuk membantu pembayaran iuran bagi peserta mandiri kelas III, dengan begitu, jumlah peserta di kelas III akan semakin bertambah.
“Ada kemungkinan permintaan pasar kelas III bertambah karena permintaan penurunan kelas dari masyarakat,” ujar Kuntjoro.
“Tentu rumah sakit akan dan harus menyesuaikan. RS pemerintah harus segera menyediakan tempatnya, masa didiamkan saja,” tambahnya.
Menurut keterangan dari Kuntjoro, meningkatnya jumlah peserta kelas III mengharuskan RS milik pemerintah untuk menyediakan ruangan bagi peserta kelas III dengan porsi 30 sampai 40 persen.
Dengan asumsi tersebut, pembayaran hutang diperlukan oleh RS untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
“Kalau RS yang penting surplus, dibayar. Kalau ada dana yang mengucur setelah peraturan presiden turun, ini diharapkan banget,” kata Kuncoro mengutip CNN Indonesia.
Sebagai informasi, sampai akhir tahun 2019, BPJS Kesehatan diperkirakan masih akan mengalami defisit keuangan hingga Rp 32 triliun.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Presiden Jokowi memutuskan untuk menaikkan iuran peserta BPJS Kesehatan hingga dua kali lipat. Aturan tersebut tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.