Apakah bisnis hotel berbintang dapat bertahan lama?
Hotel berbintang banyak memang sangat prestisius dan bergengsi, namun bisnis hotel berbintang baru-baru ini sedang mengalami kelesuan. Apa faktor penyebabnya?
Perjuangan Bisnis Hotel Berbintang
Banyaknya hotel yang menawarkan promo dan hotel dengan tarif murah adalah salah satu penyebab menurunnya tingkat penghunian kamar (TPK) hotel berbintang di Indonesia.
Dilansir dari bisnis.com (5/9/2019) berdasarkan data Badan Pusat Statistik menunjukkan pada Juli 2019, TPK hotel berbintang mencapai 56,73%. Angka tersebut turun 2,57 poin dibandingkan dengan Juli tahun 2018 dengan capaian 59,30%, dan Juli 2017 yang mencapai 57,52%.
Direktur Statistik Keuangan, Teknologi Informasi, dan Pariwisata, Titi Kanti Lestari menyatakan selain pengaruh tren hotel murah, mahalnya tarif penerbangan juga menjadi pengaruh penurunan TPK tersebut.
Hal serupa diungkapkan oleh Ketua Umum PHRI, Hariyadi Sukamdani, yang mengatakan jika faktor yang cukup mempengaruhi tingkat penggunaan kamar hotel klasifikasi bintang adalah tarif pesawat.
Selain pengaruh harga tiket maskapai penerbangan, salah satu faktor penyebab lainnya adalah adanya kompetisi dengan hotel-hotel berkonsep baru seperti
OYO, RedDoorz, dan Airbnb.
“Airbnb itu kan tumbuhnya itu dalam satu tahun dia bisa sampai dengan sekitar 50%. Kalau Airbnb itu kan orang punya kamar nganggur bisa dikomersilkan, disamping juga virtual operator itu juga ngaruh seperti OYO, Reddorz, Airy. Nambahnya banyak itu. Dari semua itu yang paling pesat pertumbuhannya ya Airbnb.” ungkap Hariyadi.
Perlu diketahui OYO sebagai salah satu dari jaringan hotel di Indonesia telah melakukan ekspansi di 100 kota di Indonesia dan bermitra dengan lebih dari 1000 hotel, 27.000 kamar serta 1.200 pemilik hotel yang tergabung dalam jaringan OYO.
Terkait dengan kesuksesan ekspansi tersebut, Founder dan Group CEO OYO Hotels&Homes Ritesh Agarwal bahkan mengakui jika Indonesia berada di posisi ketiga dari lima besar target market OYO.
Menurut Country Head of Business Development OYO Indonesia Agus Hartono Wijaya menambahkan saat ini tingkat okupansi OYO sudah mencapai 70% hingga 80% dengan mayoritas pengunjung wisatawan lokal.
Melihat peluang tersebut OYO Indonesia akan meningkatkan nilai investasi dari US$100 juta menjadi US$300 juta, yang akan digunakan untuk membenahi properti dan pelatihan untuk peningkatan mutu kualitas hospitality.
Bisnis hotel berbintang meskipun secara kuantitas kalah jauh dengan hotel-hotel low budget, keberadaannya tetap dibutuhkan terutama dengan layanan ekslusif dan premium yang tidak didapatkan hotel dengan tarif murah.