Djawanews.com – Akibat pandemi virus corona (Covid-19), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan terjadi defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020 sebesar Rp853 triliun atau 5,07% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Dengan kata lain, perkiraan defisit mengalami peningkatan dari asumsi APBN sebelumnya, yaitu sebesar Rp307,2 triliun atau 1,76%.
“Defisit diperkirakan 5,07 persen dari PDB atau meningkat dari Rp307 triliun menjadi Rp853 triliun,” ungkap Sri Mulyani dalam rapat virtual bersama Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (06/04/2020).
Berbagai Kebijakan Akibat Virus Corona Mengurangi Penerimaan Negara
Menurut Sri Mulyani, defisit Rp853 triliun saat ini bukanlah angka pasti. Angka tersebut masih bisa berubah seiring pergerakan ekonomi dan sosial.
“Kami tidak katakan ini sudah pasti karena kondisi ekonomi dan sosial terus bergerak,” kata Sri Mulyani.
Dia menambahkan, perkiraan nilai defisit didasarkan pada perkiraan penerimaan negara tahun ini yang terkontraksi 10%, yaitu Rp1.760,9 triliun. Dengan kata lain, hanya 78,9% dari target APBN 2020 yang berjumlah Rp2.233,2 triliun.
Penurunan penerimaan negara disebabkan oleh penerimaan perpajakan yang diperkirakan mengalami kontraksi 5,4%. Nilai tersebut diperoleh karena terjadi perang harga minyak serta pemberian insentif kepada dunia usaha yang dipukul pandemik virus corona (Covid-19).
“Kita menambah relaksasi fasilitas pajak untuk hampir semua dunia usaha yang terdampak dan memberikan pengurangan tarif PPh Badan dari 25% menjadi 22% serta penundaan PPh dividen kalau Omnibus Law disepakati,” jelas Sri Mulyani.
Dikutip Djawanews dari Akurat.co, untuk menanggulangi defisit, pemerintah akan menggunakan beberapa cara, seperti pembiayaan nonutang dari Saldo Anggaran Lebih (SAL), dana lain yang bersumber dari Badan Layanan Umum (BLU), dan dana abadi pemerintah.
“Kami akan mempertimbangkan untuk menggunakan seluruh dana abadi pemerintah,” tandas Sri Mulyani terkait penanganan defisit APBN karena virus corona.