Djawanews.com – Ketua DPR Puan Maharani menanggapi soal Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) memberikan sanksi etik teguran tertulis kepada anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP Yulius Setiarto terkait dugaan keterlibatan Polri di Pilkada 2024. Puan mengatatakan sanksi tersebut telah sesuai dengan mekanisme yang berlaku di MKD.
"Jika kemudian dianggap dalam pernyataannya atau kemudian tingkah lakunya itu ada hal yang harus kami cermati atau kemudian kami evaluasi, tentu saja kami harus menindaklanjuti hal tersebut dalam mekanisme dan profesionalitas yang kami lakukan," ujar Puan di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 5 Desember.
Puan memastikan MKD akan memberikan sanksi etik terhadap semua anggota DPR yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik. Menurut Puan, anggota DPR dari fraksi mana pun, memiliki hak berbicara, tetapi tetap dibatasi koridor-koridor etis.
"Anggota DPR mempunyai hak untuk berbicara, tetapi MKD mempunyai mekanisme untuk melihat apakah hal tersebut harus dicek atau tidak dicek. Kemudian ada mekanisme yang melakukan sidang terkait dengan hal itu," jelas ketua DPP PDIP ini.
Puan mengingatkan bahwa sanksi etik bisa dikenakan kepada semua anggota dewan. Untuk itu, dia berharap perbuatan dan perkataan anggota dewan tetap mengindahkan etika.
"Itu bukan hanya PDIP saja, semua anggota DPR, anggota dari fraksi manapun atau partai manapun," pungkas Puan.
MKD DPR sebelumnya menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada Anggota Komisi I DPR RI fraksi PDI Perjuangan Yulius Setiarto. Yulius terbukti melakukan pelanggaran etik buntut pernyataannya yang menyinggung netralitas aparat dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2024.
"Berdasarkan pertimbangan hukum dan etika MKD memutuskan bahwa teradu Yth Yulius Setyanto Nomor Anggota A-234 Fraksi PDIP terbukti melanggar kode etik dan diberikan sanksi teguran tertulis," ucap Ketua MKD DPR RI, Nazaruddin Dek Gam kemarin.
Yulius dijatuhkan sanksi pelanggaran etik usai dilaporkan seorang bernama Ali Hakim Lubis lantaran membuat unggahan terkait dugaan netralitas aparat kepolisian pada Pilkada Serentak 2024.
Namun, Yulius menegaskan dirinya tidak merasa melanggar kode etik terkait menyinggung netralitas kepolisian pada Pilkada 2024. Ia menekankan, dirinya hanya ingin meminta klarifikasi atas dugaan yang muncul terkait persoalan netralitas aparat kepolisian pada Pilkada 2024.