Djawanews.com – Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) disebut sama sekali tak membeberkan sama sekali detail pemakaian dana pembangunan fasilitas pendidikan di SMP Muhammadiyah 1 Wonosari, Gunungkidul, DI Yogyakarta.
Sebelumnya diberitakan, Yayasan ACT hanya menghabiskan dana sebesar Rp900 juta untuk membangun fasilitas pendidikan SMP Muhammadiyah Wonosari, Gunung Kidul, DIY. Itu merupakan bagian dari dana sosial yang dikelola ACT dari The Boeing Company (Boeing) Rp2 miliar lebih untuk masing-masing ahli waris atau keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 pada 2018 silam.
Saat dikonfirmasi, Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 1 Wonosari Dadang Margono mengaku pihaknya menerima tawaran bantuan pembangunan fasilitas pendidikan dari Aksi Cepat Tanggap pada 2021 lalu via sambungan telepon.
Dadang mengonfirmasi bahwa selama bantuan itu diberikan tanpa disertai 'embel-embel' apapun. Kala itu, kata dia, ACT belum merinci soal sumber dana yang dipakai untuk pembangunan tersebut. "Kalau enggak ada embel-embelnya, kita terima. (ACT jawab) 'udah, enggak pakai apa-apa', ya sudah sekolah terima," kata Dadang saat dihubungi pada Kamis, 24 November.
Selang beberapa waktu, pihak ACT mendatangi sekolah guna mengomunikasikan penyaluran bantuan lebih lanjut. Saat itu, Aksi Cepat Tanggap baru menjelaskan bahwa dana bantuan bersumber dari The Boeing Company. Dana diberikan melalui ahli waris atau keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 2018 lalu dari Gunungkidul atas nama Evi Rahmawati. Sementara ACT ditunjuk selaku pengelola danaBoeing Community Investment Fund (BCIF).
"Awalnya hanya bilang ada pengajuan dari Bu Evi Rahmawati itu untuk rehab di sekolah, baru kemudian datang dari sekolah dan kami baru tahu (dijelaskan)," sebut Dadang.
Meskipun demikian, klaim Dadang, ACT tak merinci soal besaran dana bantuan maupun Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang disalurkan untuk sekolahnya. Pihaknya hanya diminta menunjukkan bagian-bagian sekolah mana yang perlu direnovasi. "Kita enggak tahu besarannya berapa, RAB-nya, dananya berapa. Tidak tahu sama sekali," katanya.
Yayasan Aksi Cepat Tanggap Tak Pernah Transparan soal Keuangan?
Menurut Dadang, pihaknya juga tidak pernah mengetahui siapa yang ditunjuk menjadi pelaksana proyek pembangunan sekolah tersebut. Seiring waktu, proyek renovasi berjalan dan tuntas di tahun yang sama. Pengerjaan meliputi pemugaran ruang kelas, penambahan toilet, gerbang sekolah, dan area parkir. Selama pengerjaan juga disertai papan proyek yang menuliskan pembangunan merupakan bantuan dari The Boeing Company.
"Kalau saya berpendapat renovasi bagus, dari sisi spek dan pengerjaan bagus," tutur Dadang.
"Tapi sekolah tidak tahu apa-apa, dari pengerjaan, apa semua sudah ditangani sana semua. Kontraktor enggak tahu, kita terima matang," sambungnya.
Selesai pembangunan, kata dia, pihak sekolah hanya menerima laporan pengerjaan tuntas. Tapi untuk soal total biaya yang dikeluarkan tak diinformasikan. Hingga akhirnya pihaknya mendengar pemberitaan soal Aksi Cepat Tanggap yang terjerat kasus dugaan penggelapan dana ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 yang diberikan oleh perusahaan Boeing sebesar Rp117,98 miliar.
Dadang tak menyangka kasus itu salah satunya ternyata menyangkut satuan pendidikan yang dipimpinnya. Kemudian, dia mengaku dihubungi oleh Bareskrim Polri guna menjelaskan perihal bantuan yang disalurkan lewat ACT ini.
Terpisah, Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Muhammadiyah Gunungkidul, Tamsir menyatakan pihaknya juga tak menerima laporan apapun dari ACT terkait proyek renovasi SMP Muhammadiyah 1 Wonosari itu. Dirinya hanya menerima informasi adanya proyek tersebut secara lisan dan langsung dari pihak SMP Muhammadiyah 1 Wonosari.
"Kami hanya diberitahu kalau sekolah dapat bantuan ACT, lisan tidak ada detailnya, apa sekolah ajukan permohonan atau dapat tawaran dan bagaimana prosesnya sama sekali tidak dilibatkan," kata Tamsir saat dihubungi.
Dia menekankan, Dikdasmen memang tidak mengurusi soal bangunan sekolah. Pihak satuan pendidikan, menurutnya yang memiliki komunikasi langsung dengan ACT. Sebelumnya diberitakan, Yayasan Aksi Cepat Tanggap hanya menghabiskan dana sebesar Rp900 juta untuk membangun fasilitas pendidikan SMP Muhammadiyah Wonosari, Gunung Kidul, DIY. Padahal, dana sosial yang diterima ACT dari The Boeing Company (Boeing) Rp2 miliar lebih untuk masing-masing ahli waris atau keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 2018 lalu.
Hal itu diungkapkan oleh saksi yang merupakan penyidik Bareskrim Polri John Jefry dalam persidangan dengan terdakwa eks Presiden Yayasan ACT Ahyudin di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa, 22 November.
John menyatakan sebanyak 189 keluarga korban selaku ahli waris menerima masing-masing sebesar US$144.320 atau senilai Rp2 miliar (kurs Rp14.000,-). Ia menerima informasi mengenai dugaan penyelewengan dana sosial oleh pengurus Yayasan ACT oleh masyarakat pada Juli 2022. Adapun Ahyudin didakwa telah menggelapkan dana ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 yang diberikan oleh perusahaan Boeing sebesar Rp117,98 miliar.
Tindakan itu ia lakukan bersama-sama dengan Ibnu Khajar selaku Presiden Aksi Cepat Tanggap periode 2019-2022 dan Hariyana Hermain selaku Senior Vice President dan Anggota Dewan Presidium ACT. Atas perbuatannya, Ahyudin, Ibnu dan Hariyana didakwa melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dapatkan warta harian terbaru lainya dengan mengikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.