Djawanews.com – Viral sebuah video santri dengan narasi menutup telinga saat mendengarkan musik di area vaksinasi. Menanggapi hal itu Wakil Sekjen MUI, M Ziyad melihat perlu diperjelas peristiwanya, dan dia menduga hal itu bukan soal paham radikal melarang musik.
Dalam video tersebut terlihat sekelompok orang yang disebut sebagai santri menutup kuping. Si perekam yang diduga merupakan guru atau ustaz menyebut bahwa mereka menutup telinga karena ada alunan musik di lokasi.
Adapun lokasi dan kapan kejadian tersebut terjadi masih belum jelas. Tidak hanya itu, asal para santri yang ada di dalam video juga tidak disebutkan.
"Di dalam berita itu, tidak dijelaskan di mana posisi santri itu. Ini perlu juga di-clear-kan," kata Ziyad dikutip dari detikcom, Selasa, 14 September.
Meskipun hal tersebut masih belum jelas, Ziyad mengaku bahwa dia adalah pengajar dari Tahfiz Al-Qur’an, atau penghafal al-Qur’an. Menurutnya, para santri dijaga hafalannya agar tidak terpengaruh oleh hal-hal lain.
"Anak santri ini memang dijaga betul hafalan al-Qur’annya termasuk jangan sampai mendengarkan hal-hal yang dapat mengganggu konsentrasi hafalan-nya. Itu salah satunya itu adalah musik. Suara-suara, nggak hanya musik saja gitu," ujarnya.
Menurut Ziyad, musik merupakan salah satu hal yang bisa mengurangi ataupun menghilangkan hapalan al-Qur’an.
"Mohon maaf kalau mau jauh, Imam Syafi'i, kalau pergi ke masjid, telinga disumpal dengan kapas. Apa tujuannya, dia tidak ingin dengar apapun selama perjalanan dari rumah ke masjid. Saking cerdas beliau, hanya mendengar itu beliau hafal di pikiran dia. Takut tercampur dengan hafalan hadis, fikih dll. Kita harus proporsional, jernih melihat itu," katanya.
Ziyad malah memberikan perhatian pada panitia vaksinasi. Apakah mereka tahu bahwa yang akan divaksin adalah penghafal al-Qur’an.
"Maka justru seharusnya saya bertanya, apakah panitia pelaksana vaksinasi lihat siapa pesertanya. Harusnya menghormati, kalau peserta para santri, penghafal Al-Quran, maka musik harus dimatikan kalau kita hormati itu. Sebab ada ada santri yang terganggu hafalan-nya makanya santri kemudian menutup telinga," katanya.
Lebih lanjut, Ziyad menyayangkan orang-orang yang berbuat nyinyir terhadap santri tanpa mengetahui duduk perkara. Soal musik ini, menurut Ziyad, bukan hanya soal hukum haram musik.
"Jangan lantas terburu-buru menilai mereka mengharamkan musik. Tidak. Meskipun di kalangan para ulama, terjadi perdebatan pandangan ada yang mengharamkan musik secara mutlak," ujarnya.
"Mengapa? karena musik dapat mengantarkan menuju kepada kemaksiatan. Tapi ada yang mengatakan ulama muslim boleh kalau menjadi wasilah untuk berdakwah," katanya.
Terkait hal itu, Ziyad juga menyayangkan kelompok orang yang memberi label radikal kepada para santri tersebut. Dia yakin, para santri itu hanya sedang menjaga hafalannya.
"Jangan kemudian lantas mengaitkan, oh dia ISIS, oh dia Taliban. Orang yang menyatakan menyinyir, itu nyinyiran orang radikal. Tidak boleh melakukan itu. Kita dudukan secara jernih dalam masalah ini," katanya.
"Benarkan pesantren mengharamkan musik. Saya ber-husnudzon bukan karena itu. Tapi para santri ingin lebih menjaga hafalannya. Saya ber-husnudzon, itu bukan karena radikal dan semacamnya," ucapnya.