Djawanews.com – Kasus Covid-19 tidak kunjung teratasi, maka kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kembali digalakkan berbagai daerah di Indonesia.
Sebut saja Pemerintah Kabupaten Bogor yang kembali memperpanjang PSBB untuk 14 hari sejak 31 Juli 2020. Kemudian ada Yogyakarta yang memperpanjang status tanggap darurat Covid-19 (DIY tidak menggunakan istilah PSBB) hingga 31 Agustus 2020.
Lantas seberapa efektifkah PSBB dilakukan di Indonesia? Sebenarnya jika praktik di lapangan berjalan tertib maka PSBB akan lancar dan membuahkan hasil, namun terdapat beberapa hal yang menjadi “ganjalan” terhadap pemberlakukan PSBB itu sendiri.
Pertama, adalah kebijakan yang tidak sesuai dengan harapan. Tentu semua ingin agar Covid-19 dapat hilang—paling tidak menurun secara signifikan—namun ada beberapa tumpang tindih, di antaranya dilematis pemerintah dalam membuat keputusan.
Sebagai contoh, adanya kelonggaran-kelonggaran selama Covid-19 di Indonesia. Semua pasti ingat jika pada hari raya Idul Fitri tahun 2020 ada larangan mudik dan juga berbagai tata aturan melaksanakan peribadatan, namun apakah hal serupa diberlakukan di hari raya Idul Adha?
Kedua, adalah tes deteksi Covid-19. Indonesia kini menggunakan rapid test dan juga swab test dalam penanganan Covid-19. Meskipun pemerintah telah menurunkan biaya rapid test, namun hal tersebut seakan-akan menjadi upaya pembolehan orang-orang untuk bepergian.
Adanya rapid test tentu akan bertentangan pada ketatnya aturan PSBB, dan membuat orang-orang dapat bepergian asal sudah menjalani tes yang konon akurasinya rendah tersebut.
Rapid test yang kini menjadi syarat bepergian menjadi ironis ketika menjadi komoditas yang sedap ditengah paceklik ini. Untuk bagian yang ini, penulis menjadi setuju dengan pernyataan Jeirinx SID.
Terakhir, adalah selalu kaum miskin atau rakyat biasa yang selalu tertindas dan tidak berdaya. Bagaimana tidak, mereka tidak memiliki privilege lebih dan selalu disalahkan terhadap kebijakan yang secara serampangan ditegakkan.
Jadi selama ada tajuk berita “Covid-19 Melonjak karena Kurangnya Disiplin Masyarakat”, maka Covid-19 tidak akan teratasi di Indonesia. Pemberitaan semacam itu tentu membuat muak masyarakat yang sudah empat bulan lebih ini stay at home dan patuh protokol kesehatan. Jadi siapa yang harus berbenah? Masyarakat atau pihak internal pembuat kebijakan?
Menurut Djawanews, baik masyarakat atau pemerintah harus berbenah, namun alangkah baiknya pembuat kebijakan harus berbenah lebih dahulu agar memberikan contoh yang baik pada rakyatnya. Bagaimanapun masyarakat kita belum sepenuhnya mandiri, negara masih memiliki peran. Setuju?
Bagaimana dengan opinimu tentang kebijakan PSBB sendiri? Apa sama dengan Djawanews? Jangan lupa, simak berita menarik lainnya hanya di Warta Harian Nasional Djawanews.