Djawanews.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat sebanyak 4.623 laporan dugaan rasuah dari masyarakat sepanjang 2022. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.414 laporan dugaan korupsi dari masyarakat yang tidak ditindaklanjuti.
Ada beberapa hal yang menyebabkan laporan tersebut tidak ditindaklanjuti, salah satunya karena tidak lengkapnya bukti awal dari pelapor.
"Data awal dibutuhkan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis, 29 Desember.
Selain data awal, kata Ali, pelapor harus bisa dihubungi. Hal ini disampaikannya karena ada sejumlah pelapor dugaan korupsi justru menghilang saat keterangannya dibutuhkan.
Padahal, keamanan pelapor sebenarnya dijamin. Kalaupun terbongkar di media, biasanya karena mereka sendiri yang membuka ke publik.
"Jadi memang ini yang dibutuhkan KPK (pelapor bisa dihubungi, red)," tegasnya.
"Ini saya juga menjawab beberapa pihak yang mengatakan, 'itu kan tugas KPK misalnya pencarian data'. Betul, KPK mencari data dan informasi tapi data awal itu dibutuhkan," sambung Ali.
Sebelumnya, KPK mengaku menerima 4.623 laporan dugaan rasuah dari masyarakat sepanjang 2022. Pelaporan diterima melalui email, langsung atau demonstrasi, hingga sistem KPK Whistle Blowing System.
Jumlah pelaporan terbanyak berasal dari DKI Jakarta dengan 585 pengaduan. Berikutnya, Jawa Barat sebanyak 429 pengaduan; Sumatera Utara 379 pengaduan; Jawa Timur 357 pengaduan; dan Jawa Tengah 237 pengaduan.
Dari jumlah tersebut, 4.055 laporan telah diverifikasi. Rinciannya, 10 laporan ditindaklanjuti di internal karena terkait tugas dan fungsi komisi antirasuah.
Selanjutnya, 1.631 laporan ditindaklanjuti dengan dilaksanakan telaah. Sedangkan 2.414 laporan dugaan korupsi belum dapat ditindaklanjuti.