Djawanews.com – Akademisi dan pengamat politik Rocky Gerung menduga ada keterlibatan Amerika Serikat (AS) dalam Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-34 yang akan dimulai digelar pada Rabu, 22 Desember di Provinsi Lampung.
Dia mengatakan setiap perubahan politik di Indonesia belakangan ini melibatkan variabel tertentu, di antaranya agenda global dan AS.
“Saya kira penting sekali bagi milenial untuk terus membaca politik luar negeri karena kita terikat di dalam satu sebut saja pakta kemanusiaan, dan kita tahu bahwa setiap perubahan politik di Indonesia itu tidak mungkin tanpa variabel global apalagi Amerika,” kata Rocky Gerung dalam saluran YouTube Forum News Network dikutip pada Selasa, 21 Desember.
Lebih lanjut Rocky Gerung menilai massa simpatisan NU yang besar menjadi daya tersendiri bagi Amerika Serikat.
“Pasti itu, percabangan politik luar negeri kita ditentukan juga oleh perubahan politik di kawasan. Bayangkan misalnya, Amerika pasti sedang memantau potensi terpilihnya seseorang di 22-23 Desember di Lampung. Karena bagi Amerika NU ini adalah seratus juta manusia, seratus juta orang. Kita tahu Amerika selalu paham menitipkan masalah kemanusiaan dan HAM terhadap ormas-ormas di Indonesia,” ujar Rocky.
Sebagai contoh yang jadi bukti bahwa pihak AS mulai melirik ormas NU ialah sikap menterinya beberapa waktu lalu.
Dalam kunjungannya, salah satu menteri AS yang datang ke Indonesia menemui NU. Dengan begitu artinya, kata Rocky, AS mulai memahami adanya gerakan kuat ormas Islam di Indonesia.
Munurut Rocky, bukan tidak mungkin NU juga mulai membaca arah kepentingan politik dari AS. Kepentingan AS dalam NU terkait potensi konflik wilayah di Laut China Selatan.
“Setahun lalu kan petinggi kabinet, menteri AS datang ke Indonesia dan menemui NU. Jadi ada semacam ketertarikan AS terhadap gerakan ormas-ormas muslim di Indonesia. Kalau kita mau bikin semacam sinopsis, NU itu juga pasti membaca kepentingan politik Amerika. Amerika juga pasti membaca apa yang bisa disumbangkan NU dalam potensi konflik di Laut China Selatan,” jelas Rocky.
“Walaupun itu bukan jadi agenda di Muktamar, tetapi semua orang yang terlibat di sana juga harus mampu membaca kepentingan politik global. Karena mereka pasti ikut diseret dalam situasi yang sewaktu-waktu akan meledak sebagai perang terbuka di China Selatan,” imbuhnya.