Meskipun hasil pemilihan presiden menuai polemik bagi kubu Prabowo-Sandi akan tetapi publik tetap percaya proses penyelenggaraan pemilu berlangsung jurdil.
Hasil pemilihan umum atau pemilu 2019 berujung pada gugatan pasangan capres cawapres 02 ke Mahkamah Konstitusi. Pihak prabowo-Sandi menyebut telah terjadi kecurangan yang terstruktur sistematis dan masif dalam pelaksanaan pemilihan presiden atau pilpres 2019.
Hasil survei SMRC terhadap pelaksanaan Pemilu 2019
Pada Minggu (16/6/2019) Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis hasil survei mengenai ‘Kondisi Demokrasi dan Ekonomi Politik Nasional Pasca Peristiwa 21-22 Mei 2019’.
Menurut mereka, mayoritas masyarakat Indonesia justru percaya pelaksaan Pemilu 2019 berlangsung jujur, adil, bebas, langsung dan rahasia.
Direktur program SMRC, Sirojudin Abbas, mengatakan, sebanyak 68-69 persen responden menganggap pemilu 2019 berlangsung jujur dan adil (jurdil)
“Mayoritas publik secara umum menganggap pelaksanaan pemilu berlangsung jurdil,” kata Abbas saat pemaparan hasil survei di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (16/6/2019)
“Adapun masyarakat yang tidak percaya pemilu berlangsung jurdil sebanyak 27-28 persen,” tambahnya.
Dalam penelitian mengenai opini publik ini, sejumlah responden ditanyakan seberapa jujur, adil, bebas, umum dan rahasia proses penyelenggaraan pemilihan presiden pada 17 april 2019.
Hasilnya, 14 persen responden menilai pilpres 2019 berjalan sangat jujur dan
adil. Kemudian, 55 persen responden sepakat pilpres berlangsung cukup jujur dan
adil. Dan 22 persen responden menyatakan
pilpres kurang jujur dan adil.
selanjutnya, 5 persen responden menyatakan tidak jujur dan adil sama sekali.
Dan 3 persen responden mengatakan tidak
tahu serta tidak menjawab.
Abbas Mengungkapkan, kepercayaan publik tentang pelaksanaan pemilu 2019 tidak jauh berbeda dengan Pemilu 2004 dan 2009.
Pada 2004 ada 67 persen masyarakat yang percaya pemilu berlangsung jurdil Begitu juga pada 2009, sebanyak 70,7 persen masyarakat sepakat pemilu berlangsung jurdil.
Sementara itu, hasil survei juga menunjukkan adanya ketidakpuasan dan penurunan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas demokrasi pasca peristiwa kerusuhan 21-22 Mei 2019.
“Kepuasan masyarakat atas kualitas demokrasi merosot dari 74 persen pada April 2019 menjadi 66 persen pada Juni 2019,” terang Abbas.
Penurunan kualitas demokrasi tersebut dapat dilihat pada indikator sebagai berikut:
Sebanyak 43 persen responden menilai masyarakat saat ini takut bicara politik, sedangkan pada 2014, jumlah itu hanya 17 persen.
Selanjutnya, sebanyak 28 persen responden menganggap pemerintah sering mengabaikan konstitusi, jumlah ini sama dengan tahun 2014.
Ada 38 persen responden mengatakan, publik kerap kali merasa takut dengan tindakan semena-mena dari penegak hukum, jumlah ini meningkat dari tahun sebanyak 24 persen.
Kemudian 21 persen responden sering takut untuk berpartisipasi dalam organisasi politik, di tahun 2014 angka ini hanya berjumlah 10 persen. Sedangkan 25 responden mengungkapkan sering takut menjalankan agama, angka ini meningkat dari tahun 2014 yang hanya sebesar 7 persen. .
SMRC melibatkan 1.220 responden di seluruh Indonesia pada 20 Mei hingga 1 Juni yang diwawancarai secara acak. Responden adalah penduduk Indonesia dengan usia 17 tahun ke atas atau yang sudah memiliki hak pilih dalam pemilu 2019
Adapun margin of error dalam penelitan ini kurang lebih sebesar 3,05 persen.