Pertumbuhan ekonomi Indonesia di semester I/2019 bahkan lebih lambat dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018.
Menteri Keuangan Sri Mulyan Indrawati memprediksi Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat pada semester I/2019. Rendahnya serapan investasi pada Januari-Juni 2019 disinyalir sebagai sebab pertumbuhan ekonomi jauh dari target.
Berdasarkan data dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode pertama Jokowi, investasi diprediksi bakal tumbuh sekitar 8,1 persen di tahun 2015, 9,3 persen pada 2016, 10,4 persen pada 2017, 11,2 persen pada 2018 serta 12,1 persen pada 2019.
Namun, selama dua tahun terahkir, capaian investasi di Indonesia mendadak merosot tajam dari tahun sebelumnya. Tercatat, pada tahun 2018, realisasi investasi pemerintah hanya di kisaran 4,1 persen. Dan di semester I/2019 capaian investasi berada di level 5,3 persen.
Padahal, jika capaian investasi sesuai dengan target, bukan tidak mungkin pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal menyentuh 7 persen.
Sri Mulyani patok pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1 persen
Kementerian keuangan (Kemenkeu) memprediksi pertumbuhan ekonomi selama enam bulan pertama bakal lebih kecil ketimbang realisasi dengan periode yang sama tahun lalu, yakni sebesar 5,1 persen. Adapaun pada semester I/2018 pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,17 persen.
Sebagai catatan, pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama 2019 sebesar 5,07 persen, proyeksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua diprediksi hanya sekita 5,13 persen. Angka tersebut lebih rendah dari realisasi di kuartal II/ 2018 yang mencapai 5,27 persen.
Sri Mulyani mengatakan, melambatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia disebabkan adanya tekanan global perang dagang antara Amerika Serikat dengan China. Situasi tersebut menyebabkan pertumbuhan ekonomi di berbagai negara melambat, tak terkecuali Indonesia.
“Meskipun konsumsi rumah tangga masih tinggi, akan tetapi untuk investasi mulai terjadi kecenderungan melambat akibat sentimen global yang meningkat dan menyebabkan tekanan terhadap investasi asing,” papar Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (16/7/2019).
Di sisi lain, kinerja ekspor dan impor juga ikut mengalami penciutan. Sedangkan belanja pemerintah masih berkontribusi terhadap perekonomian.
Kendati demikian. Kinerja ekspor diprediksi bakal sedikit membaik dibandingkan kuartal I. musababnya, tekanan dari faktor eksternal diprediksi bakal lebih rendah di kuartal I.
“Sehingga mungkin, faktor domestik dari konsumsi, investasi dan belanja pemerintah tidak dikurangi dari faktor eksternal dimana net ekspor negatif di kuartal I,” ungkap Mantan Direktur Pelaksa Bank Dunia ini.
Namun, Sri Mulyani masih tetap optimis pertumuhan ekonomi akan mengalami percepatan pada paruh kedua tahun ini dengan tingkat pertumbuhan 5,2 persen. Selain itu, penyerapan belanja pemerintah akan lebih masif pada semester II/2019.
Meskipun begitu, pertumbuhan ekonomi diperkirakan hanya bisa menyentuh 5,2 persen atau masih di bawah target APBN yakni sebesar 5,3 persen.