Djawanews.com – Sejauh ini baru ada dua partai politik berkursi DPR yang mengkritik Perppu Cipta Kerja. Dua partai politik yang dimaksud adalah Demokrat dan juga PKS. Sikap partai di DPR menjadi penting sebab nasib Perppu Cipta Kerja menjadi undang-undang atau dibatalkan tergantung sikap mereka.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengkritik langkah pemerintah yang menerbitkan Perppu. Pasalnya, itu tidak sesuai dengan kehendak Mahkamah Konstitusi (MK).
"Setelah dinyatakan inkonstitusional bersyarat, jelas MK meminta perbaikan melalui proses legislasi yang aspiratif, partisipatif dan legitimate. Bukan justru mengganti UU melalui Perppu," ucap AHY lewat akun Twitter miliknya, Senin (2/1).
Dia mengatakan penerbitan Perppu Cipta Kerja merupakan kelanjutan dari proses legislasi yang tidak aspiratif dan tidak partisipatif.
Buktinya, lanjut AHY, koalisi masyarakat sipil hingga kalangan pekerja melontarkan kritik terhadap Perppu tersebut.
"Lagi-lagi, esensi demokrasi diacuhkan. Hukum dibentuk untuk melayani kepentingan rakyat, bukan untuk melayani kepentingan elite. Janganlah kita menyelesaikan masalah dengan masalah," kata AHY.
Sekretaris Fraksi PKS DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menganggap penerbitan Perppu Cipta Kerja mencederai kehidupan bernegara.
Dia menekankan bahwa MK mengamanatkan agar pemerintah bersama DPR memperbaiki UU Cipta Kerja dengan lebih partisipatif. Namun, Presiden Jokowi juga mengambil jalan pintas dengan menerbitkan Perppu.
"Kehadiran Perppu nomor 2 tahun 2022 ini dapat dikatakan sebagai satu bencana undang-undang, karena berpotensi mengganggu, merusak serta merugikan kehidupan bernegara yang demokratis dan mencederai ketundukan pada hierarki perundang-undangan di negeri ini," ucap Ledia.
Ledia menjelaskan bahwa pemerintah masih memiliki waktu hingga November 2023 untuk memperbaiki UU Cipta Kerja seperti yang diberikan oleh MK.
Akan tetapi, pemerintah justru menggampangkan pola pembuatan peraturan perundang-undangan dan mengabaikan kehendak MK.
"Tetapi yang dipilih secara sadar justru menerbitkan Perppu, yang berarti mengabaikan perlunya pelibatan publik, abai pada ketundukan pada hierarki perundang-undangan, dan melecehkan DPR yang menurut UUD NRI 1945 pasal 20 ayat 1 dan 2 memiliki kuasa membentuk undang-undang bersama Presiden," jelas Ledia.
Dapatkan warta harian terbaru lainya dengan mengikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.