Djawanews.com – Smelter nikel China dikabarkan telah menipu Indonesia, terutama pemerintahan Jokowi (Joko Widodo) karena pemurniannya menghasilkan barang setengah jadi dan belum siap pakai. Hal tersebut bertentangan dengan ketentuan kerja sama yang disepakati China dan Indonesia.
“Ternyata mayoritas produk puluhan smelter China di Indonesia hanyalah hasil pemurnian yang menghasilkan barang setengah jadi. Proses hilirisasi belum sampai ke proses forming dan fabrikasi guna menghasilkan produk siap pakai,” kata Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study (IRESS), Marwan Batubara pada Kamis, 16 Desember.
“Hal ini terjadi karena di satu sisi komitmen pemerintah rendah, dan disi lain karena dominannya peran China dan investor China yang menentukan “level” hilirisasi yang dapat diraih Indonesia,” ungkapnya.
Kata Marwan, China mendikte Indonesia sesuai target produk akhir yang diinginkan, teknologi dan pasar yang dikuasai, serta dana yang dimiliki.
Jika oknum-oknum pejabat dan konglomerat Indonesia mengikuti saja kemauan smelter nikel China itu, atau malah ikut berkolaborasi dan memanipulasi peraturan, maka target ideal nilai tambah hilirisasi nikel hingga 19 kali lipat hanya utopia.
“Karena itu, nilai tambah/pengganda yang diperoleh Indonesia hanyalah sekitar 3-4 kali saja, bukan 10 kali lipat seperti diumbar oleh Presiden Jokowi. Nilai ini telah dikonfirmasi oleh LPEM-UI (2019),” jelasnya.
Smelter Nikel China Hasilkan Produk Belum Siap Pakai, Indonesia Kena Tipu Lagi
Faktanya, mayoritas produk smelter nikel Indonesia adalah berupa Nickel Pig Iron (NPI), Nickel Matte, Ferro Nickel dan Nickel Hidroxite, serta sedikit hasil “forming” berupa stainless still. Produk-produk tersebut masih jauh dari siap pakai dan perlu diekpsor ke China untuk proses fabrikasi.
“Sesuai target yang ingin diraih China, proses hilirisasi maksimal hingga mencapai nilai tambah 19 kali, hanya terjadi di China. Hasil produksi hilirisasi di China ini menyebar ke seluruh dunia, termasuk diimpor kembali ke Indonesia sebagai bahan jadi,” papar Marwan.
Marwan mengatakan, berdasarkan data IRESS smelter nikel China mayoritas pekejanya adalah TKA China. Misalnya, Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) mempekerjakan ribuan TKA China yang latar pendidikannya hanyalah SD 8%, SMP 39% dan SMA 44%.
Sedangkan smelter Obsidian Stainless Steel (OSS) juga mempekerjakan ribuan TKA China berijazah SD 23%, SMP 31% dan SMA 25%. Hanya 1 dari 608 orang (0,1%) TKA di VDNI dan 23 dari 1167 orang TKA di OSS yang memiliki pengalaman diatas 5 tahun sesuai peraturan pemerintah!
“Menurut Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), pada akhir 2020 terdapat 25 smelter nikel yang beroperasi di Indonesia. Mayoritas pemilik smelter adalah investor China dan sebagian kecil berkolaborasi dengan konglomerat dan pengusaha lokal.
Adapun buruh yang dipekerjakan pada mayoritas smelter nikel China itu adalah sama seperti yang terjadi pada VDNI dan OSS, yakni mayoritas pekerja adalah TKA China dan kualifikasi pendidikannya pun rendah,” pungkasnya.
Untuk mendapatkan warta harian terbaru lainya, ikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.