Djawanews.com – Dosen Ilmu Politik dari Universitas Indonesia, Cecep Hidayat mengungkapkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto pernah dua kali menolak tawaran jabatan sebagai menteri pada masa pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).
Hal itu disampaikan Cecep saat memberikan keterangan sebagai saksi meringankan untuk Hasto dalam persidangan kasus dugaan suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) DPR dan perintangan penyidikan Harun Masiku, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 20 Juni.
Dalam sidang, kuasa hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy, mempertanyakan pernah-tidaknya mendengar cerita dari Hasto yang ditawari jabatan tinggi di pemerintahan. Seba Cecep dan Hasto berteman dekat ketika mengeyam pendidikan di Universitas Pertahanan (Unhan).
"Saudara saksi, pernah nggak saudara Hasto menyampaikan ingin menjadi menteri atau ingin menjadi pejabat atau tidak dan alasannya kenapa tidak mau menjadi pejabat negara?" tanya Ronny dalam persidangan.
Merespons pertanyaan tersebut, Cecep mengaku sempat mengetahui Hasto ditawari dua kali untuk menempati jabatan sebagai menteri di pemerinatahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, seluruh tawaran itu ditolak.
"Sependek ingatan saya dan juga bisa lihat di media, itu di 2014 Pak Hasto ditawari Mensesneg dan 2019 ditawari Menkominfo tapi tidak diterima," ucapnya.
Alasan Hasto menolak tawaran itu karena lebih memilih sebagai pengurus partai. Sebab, kehormatannya setingkat dengan pejabat negara.
Selain itu, partai juga berperan penting untuk melahirkan kepala daerah maupun pejabat negara yang hebat.
"Pak Hasto lebih memilih untuk mengurus partai. jadi kalau pandangan saya ya, menurut hemat saya menjadi pengurus partai itu sama terhormatnya jadi pejabat negara, jadi menteri, kepala daerah, wakil kepala daerah dan seterusnya. itu sama hormatnya dalam pandangan beliau," ucapnya.
"Yang kedua justru paling butuh partai yang baik, kelembagaan yang baik agar bisa melahirkan kepala daerah, wakil kepala daerah, menteri dan seterusnya," sambung Cecep.
Dalam kasus ini, Hasto bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, eks kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku didakwa memberikan uang suap sebesar Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan (komisioner KPU) pada rentang waktu 2019-2020.
Suap ini agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan PAW Caleg Dapil Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian OTT KPK terhadap Wahyu Setiawan.
Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
Hasto didakwa dengan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) Ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.