Djawanews.com - Kini digital banking semakin meluas. Bahkan sebagian besar transaksi nasabah sudah dilakukan melalui sistem digital. Itu berarti, transaksi yang dilakukan di kantor cabang sebuah bank hanya sebagian kecil saja.
Hal ini pun terjadi di banyak negara, di Inggris misalnya. CEO Link Schemes John Howells yakin bahwa mesin ATM di akan seperti nasib dinosaurus: punah. Hal ini terjadi lantaran semakin banyak kantor bank yang tutup.
John percaya bahwa penurunan penarikan tunai akan merugikan ATM. Siap atau tidak, ujung-ujungnya adalah penutupan.
Prediksi ini jelas membuat sebagian orang khawatir, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah terpencil. Jika mesin ATM punah, mereka bisa kehilangan akses terhadap uang tunai.
Jika mesin ATM punah, konsumen harus menarik uang dari pemilik toko atau pengecer. Hal ini akan membuat para pengecer dan pemilik toko rentan jadi sasaran kriminal karena mereka dipaksa menimbun uang dalam jumlah banyak.
Punah?
Pada 2018 lalu, John Howells mengatakan, "Entah 5 atau 10 tahun lagi, akan datang masanya kita tak memiliki ATM. Kita butuh cara lain bagi konsumen untuk mengakses uang tunai, yakni melalui pengecer."
Mesin ATM yang punah juga mengindikasikan bahwa orang-orang harus berjalan jauh untuk mendapatkan uang tunai. Apalagi toko-toko kecil, pub, dan kafe tidak menyediakan lagi mesin ATM.
Peringatan ini datang saat bank-bank menutup cabang di kota dan desa-desa yang dinilai kurang menguntungkan. Link yang mengoperasikan 70 ribu mesin ATM di Inggris pun berencana mengurangi 20% mesin ATM-nya.
Kelompok pelobi ekonomi Inggris khawatir, itu adalah rencana mengakhiri peredaran uang tunai selamanya.
Jika situasi ini bisa terjadi di Inggris, bagaimana dengan kondisi di Indonesia?