Djawanews.com – Di tengah proses pengesahan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang tengah disusun pemerintah, kebocoran data pengguna justru terjadi berulang kali. Sebelumnya, kebocoran terjadi di Tokopedia. Kini isu kebocoran menerpa Bhinneka, platform toko online Indonesia.
Dikutip Djawanews dari ZDNet, kelompok peretas ini menamai dirinya dengan ShinyHunters. Mereka mengklaim berhasil mebobol data 10 perusahaan dan menjual data pengguna dari perusahaan tersebut di pasar gelap darkweb. Salah satu perusahaan tersebut adalah Bhinneka.
ShinyHunters pula yang menjual 91 juta data pengguna Tokopedia di pasar gelap website. Menurut mereka, data pengguna dari ke-10 perusahaan totalnya mencapai 73,2 juta dan dijual sebesar US$18 ribu atau sekitar Rp270 juta.
Harga tersebut merupakan harga paket, termasuk di dalamnya 1,2 juta data pengguna e-commerce Bhinneka.com, yang dibanderol US$1.200 atau Rp17,8 juta.
Tanggapan Bhinneka terkait Isu Kebocoran Data Pengguna
Menanggapi hal tersebut, pihak Bhinneka tidak secara terang-terangan membenarkan kebocoran data yang tersimpan di server mereka. Melalui keterangan tertulis, Minggu (10/5/2020), Group Head of Brand Communication Bhinneka, Astrid Warsito, mengaku telah melakukan penyelidikan kasus ini.
Meski begitu, Astrid mengklaim bahwa kata sandi pengguna mereka aman karena dilundungi dengan enkripsi. Di sisi lain, data pembayaran seperti kartu kredit dan debit disebut tidak disimpan oleh Bhinneka.
“Dapat kami sampaikan, password customer di database selalu dienkripsi dan kami tidak menyimpan data kartu kredit ataupun debit, semua data pembayaran langsung terkoneksi dgn payment gateway,” demikian cuplikan keterangan resmi dari Astrid.
Sayangnya, Bhinneka tidak menyinggung tentang kebocoran data pengguna secara detil. Mereka hanya memberi imbauan kepada penggunanya untuk melakukan langkah pengamanan digital secara mandiri.