Djawanews.com – Sejumlah media asing menyoroti kasus Herry Wirawan pemerkosa 13 santri di pondok pesantren Jawa Barat. Kantor berita Perancis AFP dan media Inggris Daily Mail memberitakan vonis mati terhadap Herry Wirawan.
AFP memakai judul Indonesian teacher sentenced to death for raping 13 students, sedangkan Daily Mail memasang judul Teacher at Indonesian Islamic school who raped 13 students as young as 12 leaving eight pregnant now faces the death penalty after his life sentence was upgraded.
Dalam pemberitaan AFP disebutkan, Herry Wirawan (36) sempat dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada Februari.
"Kasus ini menarik perhatian nasional untuk pelecehan seksual di sekolah-sekolah agama negara itu (Indonesia)," tulis AFP, dikutip dari KOMPAS.
Kemudian, diberitakan bahwa jaksa yang meminta hukuman mati dan kebiri kimia mengajukan banding untuk meningkatkan hukuman. Hukuman vonis mati kemudian diputuskan Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung dalam sidang banding yang diajukan oleh jaksa penuntut umum (JPU), Senin 4 April.
Bukan itu saja, Herry Wirawan diwajibkan membayar restitusi kepada 13 korbannya dengan nominal yang beragam. Biaya itu jika ditotal mencapai Rp 300 juta. Namun, Herry Wirawan tidak hadir di pengadilan untuk banding tersebut, kata seorang juru bicara kepada AFP.
Dikatakan juga bahwa Indonesia sudah lama tidak melaksanakan hukuman mati, dan eksekusi terakhir yang diketahui terjadi pada 2016.
Kronologi Kasus Herry Wirawan Pemerkosa 13 Santri
Baik AFP dan Daily Mail sama-sama menjabarkan kronologi pemerkosaan oleh Herry Wirawan. Sebanyak 13 santri yang menjadi korban Herry Wirawan berusia 14-20 tahun menurut Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A. Setidaknya delapan di antaranya hamil dan sembilan bayi lahir.
"Jadi ada anak yang melahirkan dua kali. Rentang usia korban 14-20 tahun. Yang terakhir melahirkan itu usia korbannya 14 tahun," kata Ketua P2TP2A Garut Diah Kurniasari Gunawan, dalam pemberitaan Kompas.com, 9 Desember 2021.
Diah mengatakan, para korban rata-rata telah menjadi santri di pesantren tersebut sejak tahun 2016 sampai kasusnya terungkap pada bulan Mei 2021.
Kasus Herry Wirawan terbongkar setelah salah satu korbannya pulang ke rumah saat Hari Raya Idul Fitri 2021.
Ketika itu, orangtua korban menyadari ada yang berbeda pada anaknya. Akhirnya diketahui bahwa sang anak tengah berbadan dua.
Kasus Herry Wirawan juga diberitakan media Singapura Mothership saat jaksa menuntut hukuman mati dan kebiri kimia pada Januari 2022, serta South China Morning Post pada Desember 2021 tentang korban yang takut melapor karena rasa hormat terhadap guru agama.