Djawanews.com - Pemerintah Arab Saudi memperbolehkan sejumlah negara untuk datang dengan tujuan ibadah umrah. Namun syarat yang diajukan Saudi bisa jadi bikin jemaah asal Indonesia terganjal datang.
Ada sembilan negara yang kini boleh datang ke Saudi terhitung 10 Agustus mendatang tapi dengan sejumlah syarat. Mulai dari India, Pakistan, Indonesia, Mesir, Turki, Argentina, Brasil, Afrika Selatan, dan Lebanon.
Para penumpang yang datang dari sembilan negara itu wajib melakukan karantina selama 14 hari di negara ketiga sebelum memasuki Arab Saudi.
"Perwakilan pemerintah di Saudi, yaitu KJRI di Jeddah, telah menerima edaran tersebut pada 15 Zulhijjah 1442H atau 25 Juli 2021. Kami masih pelajari," papar Plt Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Khoirizi, awal pekan ini.
Mungkin kalau dengan syarat itu tidak ada persoalan. Masalahnya Saudi juga menambah syarat lagi. Para jemaah yang mau umrah wajib sudah divaksin dengan sejumlah merek tertentu.
Mereka harus sudah mendapatkan dua dosis penuh vaksin Covid-19 merek Pfizer, Moderna, AstraZeneca, atau Johnson & Johnson.
Seperti yang kita tahu, vaksinasi massal yang sedang gencar dilakukan pemeritah menggunakan vaksin merek Sinovac atau Sinopharm. Memang ada yang menggunakan AstraZeneca, tapi itu tidak dominan.
"Selain itu, untuk yang mendapatkan dosis penuh vaksin China (Sinovac atau Sinopharm) diwajibkan menambah suntikan booster dari vaksin Pfizer, Moderna, AstraZeneca dan Johnson & Johnson,' Mengutip akun Twitter Haramain Sharifain.
Kemenag bilang, KJRI di Jeddah akan melakukan upaya diplomasi melalui Deputi Umrah Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi. Salah satu isu yang dibahas adalah terkait keharusan karantina 14 hari di negara ketiga.
"Kami berharap jemaah Indonesia tidak harus dipersyaratakan seperti itu," ujarnya.
Terkait syarat vaksin booster dari Pfizer, Moderna, AstraZeneca, atau Johnson & Johnson, Khoirizi akan membahas hal tersebut dengan Kementerian Kesehatan, Satgas Pencegahan Covid-19, dan BNPB.
"Kita akan lakukan langkah koordinasi dengan Kemenkes dan pihak terkait lainnya untuk membahas persyaratan tersebut, agar kebutuhan jemaah umrah Indonesia bisa terlayani," tegasnya.
"Kita berharap pandemi bisa segera teratasi sehingga jemaah Indonesia bisa menyelenggarakan ibadah umrah secara lebih baik," harapnya.
Khoirizi menambahkan bahwa selama ini penyelenggaraan ibadah umrah dilakukan oleh pihak swasta (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah/PPIU), bersifat Bussines to Bussines (B to B), bukan Government to Government (G to G).
"Kita akan bahas bersama hal ini dengan asosiasi PPIU terkait persyaratan yang ditetapkan Saudi," sebut Khoirizi.
"Untuk kepentingan jemaah, kami juga tetap akan mencoba melakukan lobi," tandasnya.