Beberapa hari sebelum disahkan, muncul petisi untuk menolah RKUHP.
Muncul petisi agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang akan disahkan dalam rapat paripurna DPR RI 24 September 2019 mendatang.
Petisi berjudul “Presiden Jokowi, Jangan Setujui RKUHP di Sidang Paripurna DPR”yang diunggah di laman change.org, hingga hari ini, Kamis (19/9), pukul 15.28 WIB, sudah diteken oleh 250 ribu orang lebih, dengan target 300 ribu orang.
RKUHP, Mengkriminalisasi Masyarakat, Menguntungkan Koruptor
Tunggal Pawestri, yang merupakan aktivis gender dan HAM adalah penggagas petisi tersebut. Pawestri menggarisbawahi 11 poin dalam RKUHP yang berpotensi mengkriminalisasi masyarakat. Perempuan, penyandang disabilitas, hak privasi, dan kaum miskin adalah beberapa hal yang berpotensi menimbulkan kriminalisasi.
Berikut ini beberapa hal dalam petisi tolak RKUHP pada laman change.org, yang dinilai oleh masyarakat nyeleneh dan juga dapat menciderai budaya demokrasi di Indonesia.
- Korban perkosaan akan dipenjara 4 tahun jika menggugurkan janin hasil perkosaan.
- Perempuan yang bekerja dan pulang malam akan mendapatkan denda Rp1.000.000.
- Perempuan yang mencari roommate beda jenis kelamin (untuk menghemat biaya) dapat dipenjara 6 bulan.
- Beberapa kaum miskin yang terdiri dari pengamen dan gelandangan akan dikenakan denda sebesar Rp1.000.000.
- Tukang parkir dapat dikenakan denda Rp1.000.000.
- Penderita disabilitas mental dan ditelantarkan dikenakan denda Rp1.000.000.
- Jurnalis atau dan juga warna negara yang melakukan kritik terhadap presiden akan dipenjara 3,5 tahun.
- Orang tua yang mengenalkan edukasi seksual dan menunjukkan alat kontrasepsi ke anaknya (karena bukan “petugas berwenang”) akan dikenakan denda Rp1.000.000.
- Anak yang diadukan berzina oleh orang tuanya akan dipenjara 1 tahun.
- Hukum pidana bagi yang dianggap melanggar hukum masyarakat tempat tinggal.
- Kemudian juga terdapat revisi KUHP terhadap perbuatan memperkaya diri sendiri (hukum bagi para koruptor), yang pada mulanya dikenakan hukumannya penjara 4 tahun kemudian menjadi lebih ringan, yaitu hukuman penjara 2 tahun.
Beberapa hal di atas adalah sebagian kecil dari beberapa pasal dalam RKUHP yang dinilai dapat menciderai dan melukai demokrasi di Indonesia. Apa DPR harus mengkebiri hak dari rakyat? Tentu bukan.
Lantas, setelah lebih dari 20 tahun reformasi, apakah masyarakat Indonesia akan mundur jauh dan kembali terjajah oleh RKUHP? Ayo tunjukkan suara kedaulatan rakyat Indonesia, karena kemerdekaan (dan kedaulatan) adalah hak segala bangsa! Tunjukan partisipasimu di sini.