Dilansir dari blog.netray.id: Apa itu revenge porn? Barangkali istilah ini terdengar asing bagi sebagian orang. Namun, juga tidak sedikit yang justru pernah menjadi korban dari salah satu bentuk kekerasan seksual di dunia maya ini. Revenge porn adalah pornografi balas dendam dengan mendistribusikan atau menyebarkan gambar eksplisit secara daring dan terkadang luring, tanpa persetujuan, oleh mantan pasangan, pasangan, orang lain, atau peretas yang bertujuan untuk membalas dendam, mendapatkan hiburan, atau memperoleh keuntungan, seperti uang dan popularitas. Revenge porn sering juga disebut dengan revenge pornography, atau non-consensual pornography.
Dilansir melalui laman lbhsemarang.id revenge porn biasanya dialami oleh perempuan. Hal tersebut terjadi karena adanya relasi yang timpang dalam sebuah hubungan, perempuan masih dan sering dijadikan objek. Biasanya, pihak perempuan dijanjikan banyak hal, diimingi-imingi sesuatu, serta ungkapan persuasif namun memaksa perempuan untuk mengikuti apa kata pasangan mereka. Tindakan revenge porn bertujuan untuk mempermalukan, mengucilkan dan menghancurkan hidup korban. Pelaku bisa saja pacar, mantan pacar yang ingin kembali atau tidak terima karena hubungan kandas, atau orang yang tidak bisa diidentifikasi.
Berdasarkan laporan catatan kekerasan terhadap perempuan tahun 2020 yang dimuat dalam laman komnasperempuan.go.id Komnas Perempuan terdapat 940 pengaduan kasus Kekerasan terhadap Perempuan Berbasis Siber. Hal ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang hanya sebanyak 126 kasus di 2019. Pesatnya kemajuan teknologi memang dapat menjadi pedang bermata dua. Tidak hanya memberikan dampak positif terhadap pengetahuan namun hal ini justru dapat berdampak sebaliknya. Miskinnya literasi digital terkait perlindungan data pribadi dan kurangnya pengetahuan akan pendidikan seksual menyebabkan revenge porn dapat terjadi.
Merespons persoalan ini Netray memantau perbincangan warganet terkait revenge porn untuk melihat seperti apa perbincangan warganet terkait topik ini. Untuk dapat merangkum perbincangan terkait topik tersebut Netray menggunakan kata kunci revenge porn. Hasilnya tampak pada laporan isu beberapa kata yang mendominasi perbincangan warganet terkait topik ini, seperti revenge, porn, seksual, kekerasan, pornografi, korban, konten, diancam, pelaku, dan harapan.
Sementara itu, bila diamati melalui grafik di atas tampak laju perbincangan warganet terkait topik ini memuncak pada 20 Oktober 2021 terkait penangkapan pelaku revenge porn. Netray memantau perbincangan warganet sejak 17 Oktober 2021 sampai dengan 15 November 2021. Namun, total perbincangan tersebut tampak tidak memiliki jumlah yang cukup banyak bila dibandingkan dengan topik lainnya yang pernah menjadi pantauan Netray. Untuk selengkapnya kita dapat mengamati gambar statistik berikut.
Melalui statistik di atas tampak perbincangan warganet didominasi oleh tweets bersentimen negatif. Dengan total tweets sebanyak 132 dan jumlah impresi sebesar 8,059. Adapun jumlah potensi jangkauan mencapai 1.1 juta pengguna akun Twitter. Meski menjadi isu yang riskan agaknya topik ini tidak begitu ramai diperbincangkan oleh warganet. Meski demikian revenge porn tetap bukanlah pesoalan yang sepele.
Tak hanya berdampak pada mental korban kekerasan seksual digital ini bahkan dapat berakibat fatal. Pasalnya tidak semua perempuan teredukasi dengan baik mengenai persoalan ini. Membagikan konten yang bersifat pribadi memang cukup berisiko terlebih bila konten tersebut justru didapat tanpa sepengetahuan korban. Akibatnya, korban pun semakin merasa terancam. Lalu jika kamu mengalami hal ini apa yang dapat dilakukan? Berikut LBH Semarang membagikan tips untuk menghadapi revenge porn.
1. Berbagi dan berceritalah, kepada orang terdekat yang kamu percaya. Dukungan dari orang terdekat akan membuat kamu lebih aman dan kuat.
2. Menonaktifkan Media Sosial. Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin juga menyarankan korban “menghilang” atau bahkan menonaktifkan semua media sosial. Dengan menonaktifkan media sosial, kamu akan terhindar dari pembicaraan orang lain di media sosial yang malah akan membuat kamu semakin tertekan secara psikologis.
3. Simpan bukti-bukti penyebaran konten. Kamu harus memastikan semua bukti-bukti terkait, misalnya percakapan hingga unggahan terkait konten pribadimu.
4. Tukar pikiran dengan penyintas. Saat ini, banyak penyintas (orang yang berjuang dari kekerasan/ Survivor of Violence) yang berani berbicara dan memperjuangkan hak-hak mereka.
5. Mencari bantuan psikolog. Jika kamu merasa sangat takut dan tidak nyaman dengan dirimu, Psikolog menjadi hal yang sangat penting untuk memberikan konseling atau pemulihan atas trauma yang sedang kamu hadapi.
6. Mencari Bantuan Hukum. Saat ini, selain organisasi-organisasi perempuan, banyak lembaga bantuan hukum yang sudah concern terhadap isu ini. Datanglah, cari yang terdekat. Mintalah bantuan kepada mereka. Kamu punya hak hukum untuk meminta pertanggungjawaban hukum kepada pelaku.
7. Terima dan hargai diri sendiri. Yakinlah bahwa siapa-pun memiliki masalah, tak terkecuali kamu. Masalah hanya akan selesai jika kamu berani dan berupaya menyelesaikannya. Jika merasa bersalah dengan apa yang pernah kamu lakukan, itu tidak masalah. Itu tidak membuat dirimu tidak bernilai.
Revenge Porn dan Perbincangan Warganet
Menurut Komnas Perempuan kecepatan, daya luas, anominitas dan lintas negara menunjukkan kejahatan siber bukanlah bentuk kekerasan terhadap perempuan biasa. Namun dapat menjadi bagian dari kejahatan transnasional yang membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah. Berikut beberapa opini warganet terkait topik ini.
Revenge porn memang bisa saja terjadi pada orang-orang terdekat kita atau justru pada diri kita sendiri. Kurangnya pengetahuan terkait pendidikan seksual dan literasi digital tentu menyebabkan kasus revenge porn kini mengalami peningkatan. Sebagaimana perbincangan warganet di atas yang mengunggah opini mereka terkait revenge porn.
Sebagai korban tentunya hal ini berdampak pada gangguan kecemasan hingga dapat mengganggu kesehatan mental. Terutama adanya anggapan bahwa seks merupakan hal yang tabu di masyarakat. Hal ini justru menyebabkan banyak korban revenge porn memilih untuk bungkam dan tidak berani untuk menceritakan pengalamannya pada siapapun. Padahal revenge porn bukanlah sekedar konten pornografi melainkan juga termasuk dalam kasus kekerasan seksual. Sebagaimana disuarakan oleh akun populer pantauan Netray berikut.
Lalu apakah kasus revenge porn dapat dijerat oleh hukum perundang-undangan? Tentu saja, revenge porn dapat dijerat oleh Pasal 27 Ayat (1) UU ITE:
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Pasal 29 UU Pornografi:
Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) dipidana dengan pidana paling lama 12 (duabelas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyaak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Meski tidak begitu ramai menjadi perbincangan revenge porn tetap bukan hal yang sepele. Dengan adanya pembahasan terkait persoalan ini, agaknya pembaca menjadi lebih mengerti dan peka akan sekitar untuk saling melindungi. Revenge porn merupakan tindakan kekerasan seksual yang tidak hanya berbahaya bagi kesehatan mental namun juga dapat mengancam keselamatan jiwa seseorang. Itulah pentingnya edukasi terkait perlindungan data pribadi dan juga pendidikan seksual sejak dini.
Demikian hasil pantauan Netray, simak informasi terkini lainnya melalui https://blog.netray.id/