Dilansir dari blog.netray.id: Pembaca yang budiman mungkin masih ingat kasus penghindaran pajak (tax avoidance) skala internasional yang terjadi pada tahun 2016. Kasus ini terbongkar melalui kemunculan sebuah dokumen yang disebut dengan “Panama Papers”. Dokumen sebanyak 11,5 juta lembar tersebut menunjukan rincian tentang setidaknya 214.000 perusahaan, termasuk identitas pemegang saham dan direkturnya, yang didirikan di negara/wilayah bebas pajak (tax haven). Termasuk hubungan mereka dengan pejabat hingga kepala pemerintah di sejumlah negara. Dokumen ini awalnya dimiliki oleh sebuah perusahaan penyedia jasa dan hukum bernama Mossack Fonseca.
Pada bulan Oktober tahun 2021 ini, Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (ICIJ), agen yang membongkar Panama Papers, kembali merilis dokumen yang lebih besar yang kemudian disebut sebagai “Pandora Papers”. Kebocoran dokumen rahasia ini menunjukan akun rekening perusahaan luar negeri (offshore) milik 35 pemimpin dunia, baik yang sudah lengser maupun yang masih menjabat, serta ratusan pengusaha kaya hingga selebritis. Pandora Papers berisi printouts email, dokumen, gambar, dan spreadsheet dari 14 perusahaan penyedia jasa finansial di berbagai negara seperti Panama, Swiss, dan UEA.
Yang menarik dari Pandora Papers adalah kali ini mencatut dua nama pejabat tinggi pemerintahan yaitu Menteri Luhut Binsar Pandjaitan dan Airlangga Hartarto. Keduanya disebut memiliki perusahaan di negara tax haven, tepatnya di British Virgin Island untuk Menteri Airlangga. Sedangkan Menteri Luhut disebut pernah menjabat sebagai presiden direktur sebuah perusahaan minyak bernama Petrocapital SA di Republik Panama. Ia bahkan dikatakan mengubah nama perusahaan menjadi Petrostar Pertamina Internasional SA agar dapat berkongsi dengan perusahaan minyak milik negara Indonesia.
Netray Media Monitoring kemudian ingin melihat bagaimana skandal ini diberitakan di dalam negeri dan seperti apa respon warganet mendengar berita tersebut. Seperti apa perkembangan wacana terkait skandal yang menghebohkan dunia ini serta seberapa kritis tanggapan publik dalam negeri terhadap figur-figur yang terlibat di dalamnya. Simak hasil laporan pemantauan tersebut di bawah ini.
Laporan Statistik Pemantauan Isu Pandora Papers
Pemantauan pemberitaan media massa terkait skandal Pandora Papers dilakukan sejak awal bulan Oktober hingga tanggal 20 Oktober 2021. Pemantauan dilakukan dengan memanfaatkan kata kunci ‘pandora papers’ dan ‘panama papers’. Hasilnya adalah sejumlah data statistik atas pemberitaan media massa. Seperti total berita yang mengandung kata kunci sebanyak 449 artikel dan diterbitkan oleh 64 kantor berita daring.
Wacana terkait Pandora Papers paling banyak ditulis dalam kategori “government” sejumlah 182 artikel. Jumlah ini hampir setara dengan kategori “finance & insurance” yakni sebanyak 161 berita. Sisanya terbagi dalam sejumlah kategori seperti “politic” hingga “law”. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pemberitaan Pandora Papers cukup kompleks. Terdapat banyak sudut pandang yang dapat diambil untuk melihat isu ini.
Guna melihat kapan waktu paling ramai media massa memberitakan wacana ini selama periode pemantauan, Netray memanfaatkan fitur Peak Time. Terlihat bahwa pada awal bulan, yakni tepatnya pada tanggal 4 dan 5 Oktober 2021, isu Pandora Papers mendapatkan paling banyak pemberitaan. Setelah tanggal tersebut, media massa daring nasional terlihat mengurangi jumlah pemberitaan dengan cukup drastis. Kemungkinan besar sudah tidak ada materi lagi yang bisa dibahas dari isu ini.
Apabila memang benar seperti demikian, bisa dikatakan isu Pandora Papers tidak banyak berdampak di dalam negeri. Padahal di sejumlah negara, wacana ini menjadi skandal yang besar hingga menggoyang pemerintah setempat. Meski begitu tentu saja wacana ini tetap mendapat respon yang negatif dari publik Indonesia. Tren sentimen menunjukan bahwa hampir 50 persen, pemberitaan media massa ditulis dengan sentimen negatif, yakni dengan 242 artikel dari total 449. Sedangkan hanya 64 artikel saja yang ditulis dengan sentimen positif.
Data Statistik Pemantauan Linimassa Twitter
Tak hanya memantau media massa, Netray juga memantau respon warganet selama bulan Oktober ini. Apakah hasilnya masih selaras dengan temuan di pemberitaan media massa daring atau justru bisa memberikan perspektif yang berbeda? Hasilnya adalah Netray menemukan 10.868 tweet warganet yang mengandung kata kunci. Perbincangan warganet juga mulai menanjak pada tanggal 4 Oktober 2021 untuk yang pertama kalinya. Dan sempat mengalami naik turun hingga mencapai puncaknya pada tanggal 8 Oktober 2021.
Selama beredar di linimasa Twitter, perbincangan ini tentu menghasilkan reaksi dari warganet. Akumulasi dari total reaksi warganet atas tweet-tweet yang membicarakan Pandora Papers adalah sebanyak 11,8 juta kali interaksi dalam bentuk reply, retweet, dan favorites. Perbincangan ini secara potensial dapat menjangkau 100,4 juta akun Twitter berbahasa Indonesia.
Tidak banyak berbeda dengan pemantauan media massa, perbincangan warganet Twitter juga jauh didominasi tweet bersentimen negatif. Netray mendapati 5.113 tweet ditulis dengan sentimen negatif, sedangkan tweet bersentimen positif hanya berjumlah 176 saja. Sangat aman untuk menyebutkan bahwa warganet melihat keberadaan Pandora Papers sebagai sesuatu yang buruk. Akan tetapi apa dan bagaimana secara riil yang dinilai negatif oleh masyarakat dunia maya ini?
Sudut Pandang Pemberitaan Media Massa
Dari sudut pandang media massa, hampir sebagian besar pemberitaan tentu saja melaporkan isu kebocoran data penghindaran pajak berskala internasional ini. Fokus pemberitaan media massa daring adalah melaporkan siapa saja nama besar yang tersandung kasus ini. Mulai dari puluhan pemimpin negara hingga selebritis luar negeri. Media massa juga mencoba untuk menjelaskan secara utuh duduk perkara Pandora Papers.
Seperti pada Panama Papers yang lalu, kali ini juga ada dua orang WNI yang disebut dalam bocoran dokumen tersebut. Dan kebetulan dua orang ini merupakan pejabat tinggi di pemerintahan Presiden Joko Widodo. Mereka adalah Menko Bidang Marves Luhut Binsar Pandjaitan dan Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Seperti yang sudah disebutkan di awal tulisan bahwa alasan mereka masuk ke dalam Pandora Papers karena memiliki bisnis di wilayah bebas pajak (tax haven).
Lantas bagaimana pihak terduga merespon kasus ini? Tentu saja mereka menyangkal fakta yang dimiliki Pandora Papers. Baik dari pihak Luhut Binsar Pandjaitan maupun Airlangga Hartarto. Mereka memang tidak membuat pernyataan sendiri pada awalnya, namun melalui jubir kementerian dan partai. Meskipun begitu, mereka untuk saat ini tetap merasakan collateral damage dari Pandora Papers. Nama mereka tak lagi diunggulkan untuk maju ke Pilpres 2024 nanti.
Warganet Acuh Tak Acuh atas Kasus Pandora Papers
Jika media massa tidak menunjukan perlawanan langsung terhadap dicantumkannya nama Luhut dan Airlangga, berbeda dengan pendapat warganet. Melalui grafik Top Complaints dapat dilihat bahwa yang menjadi keresahan warganet adalah tindakan “korupsi”, “penipuan pajak” dan “umpetin duitnya”, yang merujuk pada aksi penghindaran pajak oleh orang-orang yang tercantum dalam dokumen ini. Seperti tweet dari akun @bachrum_achmadi dan @alisyarief yang bahkan menyebutnya sebagai permainan pengusaha papan atas yang licik dan jahat.
Akan tetapi poin yang lebih menarik adalah bahkan dari akun yang mendapat impresi terbanyak, mereka mempertanyakan mengapa perhatian publik terhadap kasus ini sangatlah minim. Hal ini diungkapkan oleh akun @faridgaban dengan tweetnya yang Indonesia itu istimewa secara sarkas. Pasalnya apabila di negara lain ada pejabat yang masuk ke dalam Pandora Papers, mereka akan disidik dengan hukum setempat. Tetapi di Indonesia malah mendapat jabatan.
Penutup
Wacana Pandora Papers memang cukup ramai menyita perhatian publik dalam negeri. Tetapi hanya karena getarannya yang begitu dahsyat mengguncang dunia Internasional. Bagi publik dalam negeri, kasus ini hanyalah bagian dari acara ‘dunia dalam berita’ yang hampir tidak memiliki dampak bagi situasi dalam negeri. Meskipun terdapat dua pejabat tinggi, yakni Menteri Luhut dan Menteri Airlangga, yang namanya tercantum di dalam dokumen tersebut. Terus simak perkembangan kasus ini di Blog Netray.