Dilansir dari blog.netray.id: Apa jadinya jika kawasan Malioboro Yogyakarta tanpa Pedagang Kaki Lima (PKL)? Wajah Malioboro selama ini dikenal oleh masyarakat luas adalah pedestrian yang ramai dengan PKL. PKL dan Malioboro seolah menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Namun belakangan kawasan pariwisata ini kembali ramai diperbincangkan karena para PKL akan dipindahkan atau direlokasi.
Lalu seperti apa berbincangan warganet terkait wajah baru Malioboro ini?Netray melakukan pemantauan terkait topik ini sejak 1 Januari 2022 sampai dengan 23 Januari 2022 di Twitter. Kata kunci yang digunakan adalah “malioboro && pedagang, malioboro && pedagang kaki lima, malioboro && pkl, dan malioboro && relokasi“.
Melalui pemantauan itu kata-kata yang muncul dan jadi perbincangan warganet atau top words selain kata Malioboro di antarnya adalah relokasi, dipindah hinggga boyongan. Kata-kata itu jadi perbincangan setelah pemerintah Yogyakarta berencana memindahkan PKL dari kawasan Malioboro.
Sementara jika dilihat berdasarkan statistik dalam periode pemantauan, total twitt mencapai 288 dengan didominasi oleh twitt bersentimen positif. Adapun jumlah impresi pada topik ini mencapai 2.399 dengan potensi menjangkau 61.7 juga akun pengguna Twitter.
Impresi Warganet Terkait Relokasi PKL Malioboro
Meski sentimen positif mendominasi, namun sentimen negatif juga cukup banyak total ada 52 sentimen segatif dari cuitan warganet. Ada yang menyebut bahwa PKL Malioboro adalah sebagai ciri khas dan jika dihilangkan maka Malioboro akan kehilangan soul. Selain itu ada pula yang meyebut pemindahan PKL Malioboro sebagai penggusuran.
Salah seorang warganet menganggap PKL Malioboro merupakan jantung dari kawasan tersebut. PKL dan Malioboro seolah menjadi kesatuan organik yang selama ini menarik perhatian para pengunjung yang berwisata di kawasan tersebut.
Menurut warganet, pedestrian yang ramah terhadap pejalan kaki itu seharusnya tidak menghilangkan unsur pedagang melainkan para pengendara lah yang dilarang melintas di kawasan tersebut. Wajah baru Malioboro tanpa PKL tentu menjadi hal yang asing, bahkan Malioboro tanpa PKL menurut akun @YWillyawan bagai sayur tanpa garam.
Perubahan memang membutuhkan waktu untuk menerimanya, terlebih perubahan tersebut menimbulkan pro dan kontra oleh berbagai kalangan. Seperti halnya relokasi PKL Malioboro yang belum diterima sepenuhnya, baik dari para PKL maupun warganet yang turut menyuarakan opini mereka.
Wakil Wali Kota Yogyakarta Paling Sering Muncul di Pemberitaan Relokasi PKL Malioboro
Berdasarkan pemantauan pemberitaan online dalam kurun waktu 19 hingga 25 Januari 2022, dengan kata kunci “malioboro, malioboro && pkl” sedikitnya muncul 268 pemberitaan dari 64 media. Total ada 116 pemberitaan yang masuk kategori sentimen positif dan 94 pemberitaan sentimen negatif.
Jika dilihat lebih pemberitaan mengenai Malioboro mengalami lonjakan tajam pada 20 Januari 2022. Lonjakan jumlah pemberitaan ini bukan khusus terkait soal relokasi PKL, namun adanya kasus tarif parkir mahal yang dikeluhkan wisatawan Malioboro.
Kemudian secara spesifik, entitas yang paling banyak muncul pada pemberitaan berdasarkan pantauan Netray adalah Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi. Tercatat Heroe 41 kali disebut dalam pemberitaan, kemudian terbanyak kedua adalah Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno. Dalam periode pemantauan itu nama Sandiaga banyak muncul di pemberitaan setelah ia menanggapi soal kasus tarif parkir di Malioboro.
Dari 268 pemberitaan dalam periode pemantauan, media yang paling banyak memberitakan adalah media lokal yakni Harian Jogja 23 pemberitaan dan Tribun jogja 20 pemberitaan.
Jika dilihat berdasarkan isi pemberitaan, dari sisi pemerintah mengungkap alasan kenapa kebijakan relokasi PKL Malioboro dilakukan. Kemudian pemberitaan juga memuat soal pro dan kontra kebijakan tersebut. Mulai dari penolakan relokasi dari sejumlah PKL dan tanggapan pemerintah atas penolakan tersebut.
Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta menegaskan tidak akan membatasi kebebasan berekspresi para PKL Malioboro yang menyuarakan penolakan maupun permintaan pengunduran jadwal relokasi. Pemkot juga memastikan tidak akan menghalangi para pedagang tersebut untuk mendapatkan perlindungan hukum.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta pun menuturkan sebanyak 159 PKL dan pekerja lain di kawasan Malioboro melayangkan aduan, karena merasa keberatan dengan relokasi yang terkesan mendadak.
Dikutip melalui laman jogja.tribunnews.com Wali Kota Yogya, Haryadi Suyuti mengatakan semua PKL tetap di Malioboro, hanya saja lebih ditata. Para PKL tersebut tetap di Malioboro, tepatnya di Teras Malioboro I di (eks Bioskop) Indra dan di Teras II (eks Gedung Dispar DIY). Kedua lokasi tersebut sama-sama berada di Malioboro.
Kekhawatiran para PKL Malioboro akan perubahan tersebut pun disampaikan melalui LBH Yogyakarta. Tak hanya itu, LBH Yogyakarta meminta pemerintah tidak mengabaikan pedagang dan juga pekerja lainnya yang selama ini ikut meramaikan Malioboro, seperti pedagang angkringan, asongan dan juga pendorong gerobak.
Berdasarkan 159 data aduan yang dilaporkan pada LBH Yogyakarta para PKL Malioboro tersebut masih berharap tidak adanya relokasi ke tempat baru. Para pedagang tersebut tentu merasa khawatir akan penurunan pendapatan mereka dan hilangnya mata pencaharian setelah berpuluh-puluh tahun menggantungkan hidup di kawasan Malioboro.
Simak analisis terkini lainnya melalui laman https://blog.netray.id/ atau deep analysist Netray melalui https://medium.com/@netrayID
Editor: Irwan Syambudi