Djawanews.com – Teriakan para calo angkot samar-samar terdengar sejak dari dalam Stasiun Citayam. Semakin mendekati pintu keluar, suara parau mereka semakin terdengar. Para calo ini laki-laki menjelang usia 20 dan 30 tahun. Pakaian mereka tidak mencolok seperti Bonge atau Roy, dua seleb TikTok yang namanya tengah meroket karena mempopulerkan catwalk Citayam Fashion Week, Taman Dukuh Atas, Sudirman, Jakarta.
Untuk menggaet penumpang, Selasa (19/7) siang itu, suara calo-calo ini harus lebih keras dari deru kendaraan di depan stasiun atau bunyi sirine palang perlintasan kereta. Stasiun Citayam memang berdekatan dengan palang perlintasan. Tepatnya, stasiun ini diapit oleh palang perlintasan di sisi kiri dan Pasar Citayam di sisi kanan.
Tiga titik itu perlintasan, stasiun dan Pasar Citayam berada di Jalan Raya Citayam dengan jarak kurang dari satu kilometer. Ujung jalan dekat pasar ada sebuah pertigaan. Jalan ini jadi akses utama warga keluar masuk Citayam. Kemacetan parah bisa terjadi pada jam-jam tertentu.
"Ya, kalo enggak macet bukan Citayem," kata Topik saat berbincang dengan CNNIndonesia.com.
Kira-kira sudah 12 tahun Topik menjadi juru parkir di kawasan sekitar stasiun. Menurutnya kemacetan kerap terjadi pada Sabtu dan Minggu sejak pagi atau saat jam berangkat dan pulang kerja pada hari biasa. "Jarak 300 meter aja bisa macet sampai satu jam," ujar Topik sembari menyeka keringat di muka.
Topik tidak sedang melebih-lebihkan. Ucapannya cukup masuk akal jika melihat Jalan Raya Citayam di sepanjang stasiun yang terbilang sempit. Jalan itu cuma muat dua mobil saling berpapasan. Sisi kanan kirinya dijajah barisan angkot, lapak pedagang dan tukang ojek pangkalan.
Palang kereta yang cukup sering tertutup ikut memicu kemacetan. Terhitung palang kereta tertutup dua hingga tiga kali dalam durasi waktu 10 menit. Sekali menutup bisa memakan waktu tiga hingga empat menit.
Para pejalan kaki di sekitar stasiun hampir dipastikan tak sempat pamer outfit seperti Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, ketika berjalan di catwalk Citayam Fashion Show, Dukuh Atas. Sebab, di sepanjang Jalan Raya Citayam tidak ada fasilitas trotoar bagi mereka. Polisi atau petugas Dishub tak nampak di sekitar stasiun. Mata Topik masih jeli mengawasi lalu lalang kendaraan. Keringat di muka berkali-kali ia seka dengan baju.
Dari sejumlah toko di pinggir jalan suara musik diputar keras-keras. Pamflet iklan murahan menempel tak beraturan di tembok-tembok toko tersebut. Ada pamflet layanan sedot WC, kavling tanah hingga jasa tukang urut keliling.
Menyusuri toko-toko ke arah kanan akan sampai di Pasar Citayam yang sedang direnovasi. Tumpukan sampah basah yang teronggok di muka pasar mengeluarkan aroma busuk. Air sampahnya meluber hingga ke jalan, sebelum dilindas ban kendaraan yang lewat.
Pejalan kaki yang melintasi tumpukan sampah ini pasti menutup hidung. Pemotor yang terjebak macet tepat di tumpukan sampah akan menelan bulat-bulat aroma busuknya sambil sesekali mengutuk dalam hati. "Airnya [sampah] campuran. Ada bekas sampah, ada ikan, ayam, air wc, rupa-rupa, deh," kata Ucim sambil menggaruk kaki.
Sudah tujuh tahun Ucim menggelar lapak sayur di pinggir jalan sekitar Pasar Citayam. Pasar Citayam, kata dia, minim buangan air. Saluran yang ada pun tak bisa diandalkan alias mampet. Air dari tempat pembuangan sampah akhirnya mengalir ke Jalan Raya Citayam.
"Kalau --sampah-- udah banyak kagak diambil-ambil belatung pada keluar. Pembeli sering protes, ya. Pengennya kan bersih kayak pasar-pasar yang lain," kata Ucim.
Pria 40 tahun ini sadar tempat dagangnya tak layak, tapi, Ucim tak bisa berbuat banyak.
Dapatkan warta harian terbaru lainya dengan mengikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.