Mengapa RUU Keamaan dan Ketahanan Siber belum juga ditetapkan?
Saat ini pembahasan mengenai RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU Kamtan Siber) masih terhenti di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Namun, Ketua DPR Bambang Soesatyo menjanjikan jika RUU tersebut akan selesai pada September 2019.
Protes RUU Keamaan dan Ketahanan Siber
RUU Kamtan Siber menjadi salah satu rancangan undang-undang yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019. Terkait dengan RUU tersebut banyak pihak yang secara terang-terangan tidak setuju dan mempertanyakan keefektifitasannya.
Djawanews merangkung beberapa pihak yang memberikan tanggapan terkait RUU Kamtan Siber, yang akan segera disahkan oleh pemerintah dalam jangka waktu dekat tersebut, berikut ini ulasannya.
- Dinilai Tumpang Tindih dengan Aturan Lain
Dilansir dari kompas.com (22/8/2019) Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar mengatakan jika sejumlah pasal dalam RUU Kamtan Siber tumpang tindih dengan UU lainnya.
Djafar menilai terdapat beberapa hal yang sudah diatur dalam undang-undang seperti Badan Intelijen Negara (BIN), Pertahanan Negara, TNI, dan Polri, yang kemudian muncul kembali di dalam RUU Kamtan Siber.
Selain itu menurut Djafar RUU Kamtan Siber juga berpotensi tumpang tindih dengan aturan pertahanan dan penegakan hukum yang menjadi kewenangan kepolisian dan kejaksaan. RUU Kamtam juga disinyalir bentrok dengan aturan yang termuat dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
- Dinilai Membatasi HAM
Selain Wahyudi Djafar menyatakan jika RUU Kamtan Siber tumpang tindih dengan aturan lainnya, RUU tersebut juga dinilai membatasi hak asasi manusia (HAM), kompas.com (22/8/2019).
Menurut Djafar RUU Kamtan SIber menjamin penghormatan HAM, namun RUU tersebut secara keseluruhan membatasi HAM. Hal tersebut dicontohkan Djafar dengan menyebutkan Pasal 38 yang diatur kewenangan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk melakukan penapisan konten dan aplikasi elektronik.
Djafar meyatakan jika pasal tersebut UU memberi kewenangan pada BSSN untuk melakukan penapisan konten dan aplikasi elektronik yang berbahaya. Namun yang disayangkan Djafar adalah tidak mendefinisikan ‘berbahaya’ itu sendiri.
Terkait dengan pembatasan HAM, Djafar menyatakan jika RUU Kamtan Siber tidak menyinggung letak keamanan individu, perangkat, dan jaringan. Hal tersebut menurutnya membuat publik—dengan kewenangan yang tidak jelas dan rancu—tidak ada yang mengamankan kepentingan mereka.
- Muncul Mendadak
Praktisi IT Ardi Suteja, dilansir dari kompas.com (22/9/2019) menilai, menilai jika RUU Kemtam Siber muncul tiba-tiba. Meurutnya, RUU yang baru sekedar wacana tersebut progresnya terlalu pesat dan tidak ada naskah teknis.
Ardi menyayangkan RUU Keamaan dan Ketahanan Siber tidak melibatkan serta serta masyarakat, termasuk dirinya yang mengaku praktisi dan pelaku industri bidang IT. Ardi juga curiga pembuatan RUU tersebut tidak diimbangi dengan aturan yang berpihak pada rakyat.