Djawanews.com – Komisi V DPR dari Fraksi PKS, Suryadi Jaya Purnama menilai saat ini bukanlah saat yang tepat untuk meaikkan tarif dasar kereta rangkaian listrik (KRL) Commuterline Jabodetabek. Selain mendapat beragam penolakan, kata dia, pengguna jasa KRL mendesak kenaikan itu dikaji ulang.
"Saat ini masyarakat masih berjuang untuk bangkit dari pandemi COVID-19. Apalagi Presiden Jokowi sendiri mengatakan, pada tahun 2023 mendatang akan terjadi krisis, tentunya kenaikan tarif KRL akan memperberat beban masyarakat," ujar Suryadi kepada wartawan, Jumat, 16 Desember.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2022, Suryadi menuturkan jumlah penduduk miskin di Tanah Air masih sangat tinggi, yaitu mencapai 26,16 juta orang atau 9,54 persen dari total penduduk Indonesia.
Selain itu, inflasi yang terjadi secara global turut mengerek naiknya harga bahan-bahan pokok kebutuhan masyarakat.
"Secara teknis, KRL Commuterline juga masih mengalami overload di jam-jam sibuk, sehingga pengguna KRL belum bisa merasakan kenyamanan sepenuhnya. Dan tentu, akibat overload tersebut seharusnya KRL Commuterline sudah bisa mengambil keuntungan yang cukup besar tanpa perlu menaikkan tarif KRL," kata Suryadi.
Anggota komisi yang membidangi masalah transportasi itu mengungkapkan, dari sisi keuangan Kemenhub juga sudah menggelontorkan Rp3,2 triliun lebih untuk mensubsidi pengguna kereta api pada tahun 2022.
"Belum lagi, PMN juga telah diberikan pada PT. KAI sebesar Rp6,9 triliun pada akhir 2021. Kemudian memberikan lagi PMN sebesar Rp3,2 triliun pada tahun 2022," ungkapnya.
Seharusnya, kata Suryadi, PT Kereta Commuter Indonesia sebagai salah satu anak perusahaan PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang mengelola KA Commuter Jabodetabek dan sekitarnya, turut mendapatkan manfaat dari besarnya dana yang diberikan oleh pemerintah kepada PT. KAI.
"Dengan berbagai fakta itu, kita perlu menolak rencana kenaikan tarif dasar KRL menjadi Rp5.000, karena sangat memberatkan masyarakat," pungkas Suryadi.