Djawanews - Warga yang menjadi korban dari keberadaan PT Toba Pulp Lestari (TPL), mengadu ke Bareskrim Mabes Polri, Selasa (8/6) kemarin. Warga yang diwakili oleh Pdt. Faber tidak datang sendiri karena ditemani perwakilan dari Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Jimmy Sormin dan Pdt Henrek Lokra.
"Kami mengapresiasi kepada Bapak Kapolri yang telah merespons positif surat MPH-PGI untuk memberi perhatian terhadap kasus TPL dan masalah yang menimpa Pdt. Faber. Demikian pula apresiasi terhadap petugas di Bareskrim Polri yang telah memproses laporan dan data-data lapangan yang dibawa dan bersedia untuk memfasilitasi komunikasi dengan pihak-pihak terkait, serta memberi sejumlah rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh pihak korban dan pendamping hukum," papar Jimmy dilansir dari laman resmi PGI, Rabu (9/6)
Perwakilan warga yang datang ke Bareskrim tersebut menindaklanjuti rangkaian bentrok yang terjadi pada 18 Mei 2021 silam di Desa Natumingka, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Masyarakat adat tidak menerima klaim dari PT Toba Pulp Lestari.
Kata Jimmy, warga yang menjadi korban di lokasi usaha TPL masih perlu konsolidasi di lokasi usaha TPL sehingga mendapat titik terang. Perusahaan perkebunan kayu, PT Toba Pulp Lestari Tbk (Perseroan) adalah perusahaan bubur kertas (pulp), dan kertas di Danau Toba, Sumatera Utara.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), Jikalahari, menyatakan, kehadiran TPL di Tano Batak , melahirkan banyak persoalan. Ketegangan dan konflik agraria terus meningkat di konsesi mereka. Sehingga warga adat melawan klaim perusahaan di wilayah adat mereka.
Data dari AMAN menyebut, ada daftar panjang masyarakat adat korban kriminalisasi di Tano Batak. Antara lain, sekitar 70 warga adat kena kriminalisasi TPL karena mempertahankan wilayah adat dan menghentikan perusakan hutan.