Djawanews.com – Agung Sedayu Group (ASG) memberikan klarifikasi terkait Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di kawasan pagar laut pantai utara (pantura) Kabupaten Tangerang, Banten, yang merupakan milik anak usaha mereka, yaitu PT Cahaya Intan Sentosa (CIS) dan PT Intan Agung Makmur (IAM).
Kuasa hukum Agung Sedayu Group, Muannas Alaidid menegaskan kepemilikan tersebut diperoleh melalui prosedur yang berlaku. Dia menjelaskan SHGB anak perusahaan tersebut tidak mencakup seluruh panjang pagar laut yang mencapai 30,16 kilometer (km).
"SHGB tersebut diperoleh sesuai proses dan prosedur. Kami membelinya dari masyarakat pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM)," ujar Muannas, dikutip dari ANTARA.
Ia menegaskan bahwa sertifikat HGB yang dimiliki pihaknya telah melalui prosedur resmi, termasuk pembayaran pajak dan penerbitan Surat Keputusan (SK) izin lokasi/PKKPR.
"Proses balik nama dilakukan secara resmi, pajak telah dibayar, dan terdapat SK izin lokasi/PKKPR," jelasnya.
Lebih lanjut, Muannas menegaskan bahwa pagar laut bersertifikat HGB yang dimiliki anak usahanya hanya berada di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang.
"Pagar laut itu bukan milik PANI. Dari total panjang 30 km pagar laut, SHGB milik anak perusahaan PIK PANI dan PIK Non-PANI hanya berada di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji. Di lokasi lain, dipastikan tidak ada," tegasnya.
Muannas juga menambahkan bahwa isu yang menyebut seluruh pagar laut di kawasan tersebut dimiliki oleh Agung Sedayu Group adalah tidak benar.
"Saya perlu meluruskan agar opini ini tidak berkembang liar. Panjang pagar laut tersebut melewati enam kecamatan, tetapi SHGB anak perusahaan PANI dan Non-PANI, yaitu PT IAM dan PT CIS, hanya berada di Desa Kohod. Jadi, tidak benar jika sepanjang 30 km pagar laut tersebut adalah milik kami," jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid, menyatakan bahwa penerbitan SHGB dan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas pagar laut di kawasan pantura, Kabupaten Tangerang, berstatus cacat prosedur dan material sehingga batal demi hukum.
"Berdasarkan hasil peninjauan dan pemeriksaan terhadap batas di luar garis pantai, area tersebut tidak boleh menjadi properti pribadi. Oleh karena itu, sertifikat tersebut tidak bisa disahkan, dan kami menyatakan bahwa sertifikat tersebut cacat prosedur dan material," jelas Nusron di Tangerang, Rabu.
Menurut Nusron, hasil verifikasi menunjukkan bahwa SHGB dan SHM yang diterbitkan di kawasan pesisir tersebut melampaui batas garis pantai yang diizinkan. Karena itu, sertifikat tersebut secara otomatis dicabut dan dibatalkan.
"Berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 2021, selama sertifikat tersebut belum mencapai lima tahun, Kementerian ATR/BPN memiliki hak untuk mencabut atau membatalkannya tanpa memerlukan perintah pengadilan," ungkapnya.
Ia juga menyebutkan bahwa dari 266 sertifikat SHGB dan SHM yang berada di bawah laut dan melampaui garis pantai, telah ditemukan pelanggaran berdasarkan data peta yang ada.
Saat ini, pihaknya telah memanggil dan memeriksa petugas pengukur maupun pihak yang menandatangani sertifikat tersebut untuk memastikan langkah penegakan hukum.
"Hari ini kami memanggil petugas tersebut untuk diperiksa oleh aparatur pengawas internal pemerintah terkait pelanggaran kode etik," kata Nusron.